PENERAPAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PEER GROUP DALAM MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN MEROKOK (STUDI
PRE EKSPERIMEN PADA REMAJA DI PSBR BAMBU APUS JAKARTA)
ARIEF RACHMAN
1515086190
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian eksperimen sederhana, dengan pendekatan one-group pretest-postest design, dimana
perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan model bimbingan
kelompok dengan teknik peer group
(variabel x) untuk dapat melihat peningkatan terkait dengan perilaku disiplin
merokok (y) pada remaja di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Penelitian ini
dilaksanakan terhitung dari bulan September sampai dengan Desember 2012. Subjek
penelitian ini adalah remaja yang menjadi binaan di PSBR Bambu Apus Jakarta
Timur Angkatan 72 yang berjumlah 7 orang.
Hasil
dari penerapan bimbingan kelompok ini di peroleh melalui pre test dan post test
terhadap hasil bimbingan kelompok, maka diperoleh nilai rata-rata pada pre test sebesar 65, 14 dari 25 soal
yang diujikan, kemudian pada post test
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 84, 66 atau terjadi peningkatan sebesar
19,52 atau 33, 23%. Selain itu pada uji-t didapat bahwa Ha diterima karena t
hitung > t tabel (5,916 > 2, 447) pada taraf signifikansi α= 0,05.
Melalui penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan
model model bimbingan kelompok dengan teknik peer group terbukti mampu meningkatkan perilaku disiplin merokok
pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur. Hal ini
menunjukan bahwa tujuan dari penelitian ini telah tercapai.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagian orang berpendapat bahwa
masa muda adalah masa yang paling indah dan nikmat serta penuh kegembiraan.
Memang tidaklah salah, tetapi dikatakan benar seluruhnya adalah tidak mungkin,
masalahnya tergantung dari segi memandangnya. Jika dilihat dari kemauannya yang
tanpa dikaitkan dengan masa depan, ia bebas berhura-hura, bermewah-mewah tanpa
harus memeras keringat bagaimana mencari rupiah demi rupiah guna memenuhi
kebutuhan sehari-harinya ia sambil merayu dan di bubuhi alasan, jika tidak
ditiruti dia akan pergi dari rumah (minggat).
Tetapi jika memandang dari sudut
yang berkaitan dengan masa depan remaja itu sendiri sarat tanggung jwab yang
akan dipikul. Maka masa remaja lebih dapat disebut masa yang paling berat,
penuh tantangan, ia harus bekerja lebih berat, memanfaatkan setiap waktu yang
dimiliki, ia harus memperhatikan mental rohaniah aqliyah, fisik jasmaniah untuk
memproses regenerasi yang pasti menghampirinya. Fisik tubuh, makanan bergizi,
intelektual menghayati ilmu pengetahuan dan mental santapan rohani yang berisi
norma tata nilai yang abadi dan luhur, fisik dilatih dengan penghayatan dan
pengalaman religi hingga latihan terakhir ini bisa mengilhami seluruh sikap dan
tingkah lakunya.
Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa dimana
memulai kehidupan yang sangat penting. Karena di dalam masa remaja,
perkembangan fisik, sosial, agama, dll di mulai untuk membentuk suatu jati diri
mereka masing-masing. Sehingga berbagai aspek dalam kehidupan akan sangat
berpengaruh dalam proses pembentukan jati diri para remaja, salah satunya yaitu
faktor ekonomi.
Pada saat sekarang ini masih banyak remaja-remaja
yang berada di bawah tingkat ekonomi menengah ke bawah. Data ini dapat dilihat
dari jumlah angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada bulan September
tahun 2011 yang menyebutkan bahwa orang miskin yang terdapat di Indonesia
berjumlah 29, 89 Juta Jiwa atau (12, 36% dari jumlah penduduk di Indonesia).
Hal tersebut mengakibatkan banyaknya remaja yang tidak dapat mengenyam dunia
pendidikan ataupun putus sekolah di tengah jalan karena ketidakmampuan membayar
biaya sekolah yang sangat tinggi.
Akibat dari tingkat pendidikan yang rendah bahkan
tidak sama sekali merasakan dunia pendidikan, mengakibatkan sulitnya para
remaja sekarang mendapatkan pekerjaan yang layak. Ditambah lagi di era
globalisasi pada saat sekarang ini menjadikan persaingan dalam mencari lahan
pekerjaan menjadi sangat susah.
Sulitnya remaja dalam mencari pekerjaan menyebabkan
para remaja bekerja menjadi pengamen, mencuri, menjual narkoba, dll.
Pekerjaan-pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka
lakukan. Dengan pekerjaan yang seperti itu, maka di dalam bergaulpun para remaja
bergaul dengan remaja-remaja yang bermasalah juga. Sehingga akhirnya para
remaja tersebut melakukan kenakalan-kenakalan yang seharusnya tidak dilakukan
seperti merokok, mabuk, narkoba, mencuri, seks bebas dll.
Kompleksnya masalah para remaja pada saat sekarang
ini, harus ada upaya untuk membina dan mengembangkan kualitas hidup mereka
menjadi lebih baik. Apabila tidak orang atau lembaga yang mau menampung dan
membina serta memberdayakan mereka, maka peneliti yakin bahwa bangsa ini
kedepannya akan menjadi bangsa yang tertinggal dengan bangsa lain karena tidak
memiliki penerus bangsa yang berkualitas.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah remaja
tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang, lembaga, dan unsur pemerintahan.
Apalagi pemerintah, di dalam UUD 1945 Pasal
34 ayat 1 disebutkan “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara
oleh Negara. Oleh sebab itu pemerintah mempunyai kewajiban di dalam
mengembangkan, membina, dan memberdayakan para remaja yang memang hidup di
bawah garis kemiskinan, terlantar, ataupu bermasalah.
Pemberdayaan bagi remaja miskin, bermasalah,
terlantar, dan putus putus sekolah merupakan salah satu program pemerintah
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan remaja kurang mampu dan kurang
beruntung agar turut berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Program
pemberdayaan tersebut menjadi hal yang sangat krusial mengingat semakin
meningkatkanya jumlah remaja yang putus sekolah.
Salah satu kegiatan pemberdayaan bagi remaja
miskin, bermasalah, terlantar, dan putus sekolah dapat dilakukan melaui
pendidikan non formal/ pendidikan luar sekolah. Pendidikan non formal menurut
UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 dalam pasal 1 yaitu: “Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Selanjutnya pada pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”.
Dalam merealisasikan pemberdayaan bagi para remaja
terlantar dan putus sekolah melalui satuan pendidikan non formal, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu
ketentuan yaitu Keputusan Menteri Sosial RI No.HUK 3-3-8/239 tahun 1974 tentang
panti asuhan, yang menyatakan bahwa panti asuhan sebagai yayasan sosial yang
mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat yang memberikan jaminan kesejahteraan
kepada anak-anak panti yang berstatus yatim, piatu, yatim dan piatu, keluarga
yang retak dan tidak mampu meliputi pembiayaan, pembinaan dalam pendidikan anak
asuhnya.
Salah satu lembaga panti yang menyelenggarakan
pendidikan luar sekolah atau nonformal yang dibentuk pemerintah melalui
Kementerian Sosial adalah Panti Sosial Bina Remaja. Panti Sosial Bina Remaja
(PSBR) itu sendiri dalam glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang di
keluarkan oleh kementerian sosial adalah panti sosial yang mempunyai tugas
memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi bagi anak terlantar putus
sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun fungsi dari PSBR itu
sendiri yaitu sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan diri remaja, pusat
informasi, pelatihan dan penelitian tentang perilaku sosial remaja dan
organisasi, dan sebagai pusat rujukan penanganan masalah sosial remaja sebagai
upaya pencegahan, rehabilitasi, pemberdayaan, dukungan, dan pengembangan.
Fungsi dari PSBR itu sendiri sejalan dengan fungsi pendidikan nonformal yang
disebutkan dalam pasal 26 ayat 2 UU Tentang Sisdiknas Tahun 2003 yang berbunyi
bahwa “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan padapenguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dankepribadian profesional.
Remaja yang ingin mengikuti
kegiatan di PSBR biasanya ada yang langsung daftar ke PSBR yang terdapat di
Bambu Apus Jakarta. Remaja yang daftar langsung ke PSBR biasanya berasal dari
daerah yang tidak jauh dari Jakarta. Sedangkan remaja yang dari luar daerah
Jakarta biasanya mendaftar terlebih dahulu ke Dinas Sosial daerahnya masing-masing yang
kemudian nantinya di kirim langsung ke PSBR.
Para remaja yang sudah terdaftar yang
akan mengikuti kegiatan di PSBR nantinya akan mendapatkan sistem asuhan keluarga/
rumah asuh (Cottage System), dimana
para remaja ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orangtua asuh
dan anak-anaknya. Para remaja membaur sebagaimana layaknya anak dengan orang
tuanya sendiri. Hal ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan social remaja tersebut sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara
wajar sebagaimana layaknya remaja dalam sebuah keluarga.
Selain mendapatkan sistem rumah asuh (Cottage System), PSBR juga menyediakan
beberapa program binaan untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan para
remaja. Diantaranya yaitu Kegiatan Bimbingan Sosial, Psikososial, fisik,
mental, keterampilan, dan juga pendidikan kesetaraan. Setiap remaja wajib
mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut dengan rutin dan dengan waktu yang sudah
diatur dan ditetapkan oleh pihak PSBR.
Kegiatan-kegiatan yang di berikan oleh
PSBR terhadap para remaja merupakan fungsi dari pendidikan luar sekolah. Adapun
fungsi tersebut yaitu sebagai pelengkap, pengganti dan penambah. Fungsi
pelengkap dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial, fisik, dan mental.
Fungsi pengganti dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial dan pendidikan
kesetaraan yang di diberikan oleh PSBR. Kemudian untuk fungsi penambah dapat
dilihat dari kegiatan keterampilan.
Dari berbagai kegiatan atau
program yang diberikan oleh PSBR di atas, tujuan utamanya yaitu memberikan
perubahan kepada para remaja baik perubahan sikap, perilaku, kehidupan sosial,
dan bahkan pendidikan. Akan tetapi, tidak tidak semua para remaja mengikuti
kegiatan yang diberikan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya
beberapa remaja yang susah diatur sehingga para remaja tersebut hanya sekedar
ikut kegiatan yang dilakukan tanpa menerapkan hasil belajarnya pada kehidupan
sehari-hari.
Beberapa remaja yang memang
tidak mengikuti kegiatan di PSBR dengan sungguh-sungguh mengakibatkan tidak
adanya perubahan yang terjadi. Di tambah lagi dengan karakter para remaja yang
memang suka dengan tantangan dan selalu ingin mencoba-coba, sehingga terdapat beberapa
remaja yang melakukan tindakan indisipliner dengan melanggar beberapa aturan
yang sudah dibuat oleh PSBR. Berikut ini adalah tabel mengenai data bentuk
tindakan indisipliner remaja yang dilakukan di PSBR:
Tabel 1.1
Bentuk dan Jumlah Remaja
Yang Melakukan Tindakan Indisipliner
No
|
Bentuk Tindakan Indisipliner
|
Jumlah remaja yang melakukan pelanggaran
|
Kett
|
1
|
Merokok dalam tempat dan
waktu yang dilarang dalam tata tertib
|
7 orang
|
Masih dalam proses
pembinaan
|
2
|
Narkoba
|
1 orang
|
Keluar
|
3
|
Perkelahian
|
2 orang
|
Sudah selesai dalam
pembinaan
|
Dari tabel di atas, dapat
dilihat bahwa pelanggaran atau tindakan indisipliner yang paling banyak
dilakukan yaitu pada peraturan dilarang merokok dengan jumlah tujuh orang.
Kemudian untuk perilaku indisipliner memakai narkoba hanya terdapat 1 orang dan
itu pun langsung dikeluarkan oleh pihak PSBR. Kemudian untuk masalah
perkelahian hanya terdapat 2 orang dan sudah selesai dilakukan pembinaan.
Untuk ketujuh orang
tersebut, pihak PSBR sudah sering sekali melakukan pembinaan. Akan tetapi, yang
terjadi meskipun sering sekali masuk pembinaan tapi para remaja tersebut masih
saja melakukan tindakan indisipliner merokok. Hal tersebut mengakibatkan
seringnya remaja-remaja tersebut mengikuti proses pembinaan, sehingga para
remaja tersebut akhirnya banyak tidak mengikuti proses kegiatan yang diberikan
oleh PSBR.
Proses pembinaan yang
dilakukan oleh pihak PSBR terhadap remaja yang melanggar aturan/ tata tertib
yaitu dengan dilakukan case confrence
atau melakukan sidang dengan memanggil remaja yang melakukan tindakan
indisipliner. Pada cara tersebut, remaja yang melakukan tindakan indisipliner
diberikan arahan oleh para staff PSBR khususnya staff rehabilitasi sosial.
Akan tetapi, meskipun
setelah dilakukan pembinaan dengan cara case
conference tetap saja para remaja tersebut melakukan tindakan indisipliner
melanggar aturan dilarang merokok. Karena
menurut mereka cara pembinaan yang diberikan oleh PSBR melalui case conference tidak dapat merubah
perilaku tidak disiplin mereka. Dan para remaja tersebut sangat tidak suka
dengan proses case conference yang
dilakukan.
Para remaja tersebut
beranggapan bahwa pada case conference mereka
menjadi sangat tertekan. Sehingga pada saat case
conference berlangsung mereka hanya tunduk terdiam dan berkata iya saja.
Hasilnya yaitu setelah mengikuti program pembinaan case conference para remaja tersebut tetap melakukan tindakan
indisipliner merokok.
Proses pembinaan ini
amatlah penting, karena dalam proses pembinaan ini seharusnya para remaja
tersebut seharusnya memiliki perubahan perilaku menjadi lebih disiplin
khususnya mengenai merokok. Sehingga mereka dapat lebih mengerti dan dapat
lebih mengikuti segala aturan atau tata tertib yang ada di PSBR ataupun di
lingkungannnya nanti dimana mereka akan tinggal.
Selain itu, karena mereka
akan segara magang di berbagai perusahaan yang menjadi kemitraan PSBR, maka
mereka harus memiliki perilaku disiplin khususnya tidak merokok. Apabila sikap
dan perilaku remaja masih tidak berubah maka para remaja tersebut akan masuk ke
dalam lembar hitam perusahaan. Hasilnya mereka tidak akan mendapatkan penilaian
yang baik dari perusahaan, yang mengakibatkan mereka tidak dapat bekerja di
perusahaan tersebut setalah selesai magang nanti. Bahkan mereka akan kesulitan
mencari pekerjaan di tempat lain setelah selesai mendapatkan pemberdayaan dari
PSBR.
Masalah tersebut di atas,
menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti sehingga tertarik mengangkat tema
tentang penerapan model bimbingan kelompok bagi para remaja yang melakukan
tindakan indisipliner/ perilaku tidak disiplin di PSBR. Alasannya yaitu karena
pembinaan para remaja bermasalah tersebut melalui bimbingan kelompok merupakan
suatu upaya yang dapat mengoptimalkan sebuah proses pembinaan yang sebelumnya
tidak dapat optimal melalui kegiatan case
conference.
Penerapan model bimbingan
kelompok pada kegiatan pembinaan yang diberikan untuk para remaja bermasalah
tersebut peneliti fokuskan lagi pada kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik peer group. Penerapan model ini dipilih
peneliti karena memuat pronsip-prinsip yang sesuai dengan kebutuhan para
kegiatan pembinaan dan karakteristik sasaran yaitu para remaja.
Bimbingan kelompok merupakan salah satu bentuk
bimbingan yang dilakukan melalui media kelompok dengan memanfaatkan dinamika
kelompok yang bertujuan untuk menggali dan mengembangkan diri dan potensi yang
dimiliki individu. Dalam kelompok ini semua peserta bebas mengeluarkan
pendapat, menanggapi, memberi saran dan lain sebagainya; apa yang dibicarakan
itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk
semua peserta lainnya.
Penelitian ini juga dipilih oleh peneliti karena
bimbingan kelompok dengan teknik peer
group memiliki relevansi yang kuat dengan bidang kajian Pendidikan Luar
Sekolah. Hal ini karena bimbingan kelompok dengan teknik peer group berkaitan dengan mata kuliah ke-PLS an seperti kajian
dari mata kuliah Dinamika Kelompok, Perencanaan Program PLS, Pendidikan
Generasi Muda, Intervensi Sosial, Perubahan Perilaku Individu Dalam Masyarakat,
Komunikasi Sosial, Problem sosial dan penyimpangan sosial, manusia dan
perubahan sosial, dan pembentukan sikap sosial.
Pentingnya mengangkat
kajian tentang penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini diharapkan dapat merubah
perilaku para remaja, khususnya perilaku disiplin merokok. Selain itu bimbingan
ini juga diharapkan dapat mengembangkan perilaku disiplin remaja tidak hanya
pada masalah merokok akan tetapi pada masalah-masalah lainnya yang berkaitan
dengan kehidupannya baik pribadi maupun sosial.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana gambaran
program-program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh PSBR untuk para remaja
yang menjadi peserta didiknya?
2.
Apa saja perilaku tidak
disiplin yang dilakukan oleh para remaja yang terdapat di PSBR?
3.
Apakah pembinaan yang
dilakukan oleh PSBR untuk menangani masalah perilaku tidak disiplin yang
dilakukan oleh para remaja yang terdapat di PSBR?
4.
Apakah faktor yang
menyebabkan ketidakefektivan pada pembinaan remaja bermasalah melalui case conference yang telah dilakukan
oleh PSBR?
5.
Bagaimana cara penerapan
model bimbingan kelompok dengan teknik peer
group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta?
6.
Apakah penerapan model
bimbingan kelompok dengan teknik peer
group dapat meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di PSBR Bambu
Apus Jakarta?
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada ”Penerapan model
bimbingan kelompok dengan teknik peer
group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti
Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta”.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah,
“Apakah penerapan Penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik
peer group mampu meningkatkan
perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus
Jakarta Timur?”.
E.
Kegunaan Penelitian
1. Remaja/ Peserta didik
Adapun kegunaan bagi para remaja yaitu dapat
meningkatkan perilaku disiplin merokok sehingga tidak merokok di tempat dan
waktu yang tidak diperbolehkan oleh pihak PSBR.
2. Bagi penyelenggara Panti Sosial Bina Remaja
Sebagai bahan
masukan di dalam memberikan pembinaan untuk
para remaja yang melakukan tindakan indisipliner sehingga pembinaan yang
dilakukan menjadi lebih efektif.
3. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Hasil penelitian
berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah mengenai model bimbingan kelompok dengan teknik
peer group yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di lembaga khususnya panti sosial.
4. Bagi Penulis
Dapat menyumbangkan pikiran berupa
gagasan dan ide dari hasil penelitian serta untuk menambah pengetahuan sebagai
mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) akan pentingnya pendidikan dan kegiatan pembinaan remaja melalui
bimbingan kelompok di panti sosial ataupun di satuan PLS lainnya.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A.
Kajian Teori
1.
Hakikat Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group
a.
Hakikat Bimbingan Kelompok
1)
Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat membahas topik
atau permasalahan peserta didik dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Winkel mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan “salah satu
pengalaman melalui pembentukan kelompok yang khas untuk keperluan pelayanan
bimbingan” (W. S Winkel: 2009). Sedangkan menurut Tatiek Romlah bahwa bimbingan
kelompok adalah “Proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam
situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah
pada siswa dan mengembangkan potensi siswa” (Tatiek Romlah: 1989).
2) Tujuan Bimbingan Kelompok
Kesuksesan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi oleh sejauhmana keberhasilan
tujuan yang akan dicapai dalam bimbingan kelompok yang diselenggarakan. Adapun
tujuan bimbingan kelompok menurut Prayitno (Prayitno: 1995) yaitu:
a) Mampu berbicara di muka orang banyak
b) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain
sebagainya kepada orang banyak
c) Belajar menghargai pendapat orang lain
d) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya
e) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang
bersifat negatif)
f) Dapat bertenggang rasa
g) Menjadi akrab satu sama lainnya.
h) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi
kepentingan bersama.
3)
Asas-Asas Bimbingan Kelompok
Dalam pelaksanaannya, bimbingan kelompok memiliki
asas-asas yang harus diperhatikan. Menurut Prayitno terdapat beberapa asas
dalam bimbingan kelompok, diantaranya yaitu 1) Asas Kerahasiaan, 2) Asas
Keterbukaan, 3) Asas Kesukarelaan, 4) Asas Kenormatifan (Prayitno: 1995).
4) Peranan Anggota Kelompok dan Pemimpin Kelompok Dalam Bimbingan Kelompok
Peranan anggota kelompok yang hendaknya dimainkan
oleh anggota kelompok agar dinamika kelompok benar-benar dapat diwujudkan
seperti yang diharapkan, adalah sebagai berikut:
a) Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota
kelompok.
b) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan
kelompok.
c) Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
d) Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan
baik.
e) Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan
kelompok.
f) Mampu mengkomunikasikan secara terbuka.
g) Berusaha membantu anggota lain.
h) Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani perannya.
i) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.
5)
Tahap-Tahap Kegiatan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dalam pelaksanaannya melalui beberapa tahap.
Tahapan-tahapan di sini bukanlah suatu tahapan yang mempunyai fase yang
berbeda-beda dan terpisah, namun merupakan fase yang saling berhubungan.
Pada pelaksanaan eksperimen bimbingan kelompok ini adalah mengacu pada
tahap-tahap bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno dan beberapa
pakar bimbingan kelompok yang meliputi empat tahap yang sebelumnya diawali
dengan tahap permulaan atau tahap awal untuk mempersiapkan anggota kelompok.
Tahap-tahap tersebut yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap
kegiatan dan tahap pengakhiran.
b.
Hakikat Teknik Peer group
1)
Pengertian Peer group
Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai
makhluk sosial yang dituntut adanya saling berhubungan antara sesama dalam
kehidupannya. Individu dalam kelompok sebaya (peer group) merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya
seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelomok itu.
Menurut Slamet Santoso peer group adalah
suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status posisi
sosial. Remaja akan masuk dalam lingkungan kelompok yang memiliki usia, status
dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini akan membuat seorang remaja lebih
mudah dalam merasakan, mengerti, dan menumbuhkan rasa toleransi antara anggota
satu dengan yang lain. Mereka juga akan saling bertukar pengalaman yang
dimiliki antara satu dengan yang lainnya (Slamet Santosa: 1993).
2)
Fungsi Peer group
Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peer group juga
mempunyai fungsi. Menurut Slamet Santosa Fungsi-fungsi peer group tersebut
adalah sebagai berikut (Slamet Santosa: 1993):
a) Mengajarkan kebudayaan.
b)
Mengajarkan mobilitas sosial.
c) Membantu peranan sosial yang baru.
d) peer group sebagai sumber informasi bagi orangtua dan guru
bahkan untuk masyarakat.
e) Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu
sama lain.
Dengan adanya kelompok sosial seperti peer group tersebut akan
memberikan ruang dan waktu kepada individu untuk berubah dan berkembang sesuai
dengan tingkat usia dan perkembangan pribadinya dalam aspek kehidupan
sosialnya. Mereka akan mengalami perubahan dalam berbagai hal yang memungkinkan
untuk berperan menjadi lebih luas dalam kehidupan kelompok sosialnya yang
ditandai dengan perubahan.
3)
Ciri-Ciri Peer group
Adapun ciri-ciri peer group adalah sebagai berikut (Slamet Santosa: 1993):
a) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.
b) Bersifat sementara.
c) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas
c.
Kegiatan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group
Dari dua pengertian di atas yaitu bimbingan kelompok dan peer group,
maka dalam penelitian ini akan digabungkan menjadi kegiatan bimbingan kelompok
dengan teknik peer group, yang dapat diartikan memanfaatkan dinamika
kelompok, dalam mengembangkan diri remaja khususnya dalam meningkatkan perilaku
disiplin. Dalam hal ini anggota kelompoknya adalah kelompok teman sebaya/ peer
group tersebut.
Adapun bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan
bentuk dan tahapan-tahapan dalam kegiatan bimbingan kelompok, akan tetapi yang
berperan aktif menjadi anggota dan pemimpin kelompokdan sekaligus menjalankan
kegiatan bimbingan kelompok ini adalah bagian dari anggota kelompok atau peer
group itu sendiri. Prosedur dalam kegiatan bimbingan kelompok ini ialah
dengan memilih dan memberikan arahan kepada satu orang remaja yang menjadi
pemimpin diambil dari peer group tersebut yang dianggap lebih baik dan
mampu dari anggota kelompok yang lain untuk menjadi pemimpin kelompok pada awal
kegiatan dan sekaligus melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok dalam
memberikan bantuan, arahan dan motivasi kepada anggota kelompok yang lain.
Dengan demikian, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian
ini ialah pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok yang akan
dilaksanakan oleh Peer group dalam memberikan bantuan dan pembahasan
topik/ persoalan dalam hal ini ialah peningkatan perilaku disiplin terhadap
tata tertib khususnya mengenai untuk tidak merokok pada waktu dan tempat yang
sudah ditentukan oleh PSBR. Sedangkan jenis kegiatan bimbingan kelompok ini
ialah jenis bimbingan kelompok diskusi dengan materi yang sudah dipersiapkan
oleh peneliti yaitu mengenai materi yang mengarah pada peningkatan perilaku
disiplin remaja PSBR yang melanggar tata tertib.
2. Hakikat Perilaku Disiplin Merokok
a. Hakikat Perilaku Merokok
1) Pengertian Perilaku
Sarlito Wirawan
Sarwono dalam bukunya psikologi sosial mengungkapkan bahwa perilaku dalam ruang
lingkup psikologi yaitu suatu perbuatan. Perilaku disebut juga dengan perbuatan
terbuka (overt) yaitu perilaku yang
dapat diamati dan perbuatan tertutup (covert)
yaitu perilaku yang tidak dapat diamati dan hanya berupa pemikiran-pemikiran
saja. Perilaku terbuka dan perilaku tertutup diasumsikan dapat dikendalikan
oleh lingkungan eksternal (Sarlito Wirawan Sarwono: 2005).
2) Perilaku Merokok
Menurut
Purwadarminta mendefinisikan perilaku
merokok sebagai aktifitas menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang
berbalut dengan nipah atau kertas (Purwadarminta: 1995). Pendapat lain dari
Amstrong, mengatakan bahwa perilaku
merokok adalah menghisap asap tembakau
yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali
keluar (Kemala Indri Nasution: 2007).
3) Tipe
Perilaku Merokok
Ada
beberapa tokoh yang mengklasifikasikan perilaku
merokok, diantaranya: Menurut
Smet ada tiga tipe perokok yang dapat
diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok
tersebut adalah (Kemala Indri Nasution: 2007):
a)
Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
b)
Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
c)
Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
4) Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja
Perilaku
merokok merupakan perilaku yang berbahaya
bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya.
Bahkan orang mulai merokok ketika
mereka masih remaja. Sejumlah
studi menegaskan bahwa kebanyakan
perokok mulai merokok antara
umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun (Kemala
Indri Nasution: 2007).
b. Hakikat Disiplin
1) Pengertian Disiplin
Selanjutnya Moh. Surya mengemukakan bahwa disiplin adalah suatu
sikap menghormati, menghargai, dan menaati segala
peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Sedangkan
menurut Soegeng Prijodarminto
disiplin yang mantap pada
hakekatnya akan tumbuh
dan terpancar dari
hasil kesadaran diri (Moh. Surya: 1997).
2)
Unsur-unsur Disiplin
Hurlock
dalam bukunya mengemukakan empat unsur pokok disiplin, yaitu:
a)
Peraturan
b)
hukuman
c)
penghargaan
d)
konsistensi
3)
Pembentukan
Disiplin
Menurut
Tulus Tu’u (Tulus Tu’u: 2007) terdapat
empat hal yang
dapat mempengaruhi dan
membentuk disiplin individu
yaitu:
a)
Kesadaran diri sebagai
pemahaman diri bahwa
disiplin dianggap penting
bagi kebaikan dan keberhasilan
dirinya.
b)
Mengikuti dan menaati
aturan sebagai langkah
penerapan dan praktek
atas peraturan-peraturan yang mengatur
perilaku individunya.
c)
Alat pendidikan untuk
mempengaruhi, mengubah, membina
dan membentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
d)
Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang
salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.
4)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Menurut
Tulus Tu’u (Tulus Tu’u; 2007) mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi disiplin, antara lain:
a)
Pendidikan di keluarga
sebagai matra vertikal.
b)
Pendidikan di sekolah
sebagai matra diagonal
c)
Pendidikan di masyarakat
sebagai matra horizontal.
c.
Hakikat
Perilaku Disiplin Merokok
Jadi
perilaku disiplin merokok yaitu aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok
dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan pada waktu dan tempat yang
diperbolehkan oleh suatu lembaga atau institusi. Sehingga artinya para perokok
tidak sembarangan dalam melakukan aktivitas merokoknya karena dapat mengganggu
kegiatan atau mengganggu aktivitas orang lain.
3. Hakikat Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan
salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan
atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Remaja menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (Peter Salim: 1991) adalah “usia muda antara
13 sampai 19 tahun.”
b. Ciri-Ciri Remaja
Menurut
Zulkifli dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan (Zulkifli: 2005)
terdapat beberapa ciri-ciri pada remaja, antara lain:
1)
Pertumbuhan
fisik
2)
Perkembangan
Seksual
3)
Cara
berfikir kausalitas
4)
Emosi
yang meluap-luap
5)
Mulai
tertarik kepada lawan jenis
6)
Menarik
perhatian lingkungan
7)
Terikat
Dengan Kelompok
c. Karakteristik Remaja
Gunarsa (Gunarsa:
1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1)
Kecanggungan
dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2)
Ketidakstabilan
emosi.
3)
Adanya
perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4)
Adanya
sikap menentang dan menantang orang tua.
5)
Pertentangan
di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan
dengan orang tua.
d. Klasifikasi Remaja
Menurut Zhuldyn yang merupakan hasil dari kesimpulan
yang diperoleh dari para ahli psikologi remaja, maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1)
Periode Masa Puberusia
12-18 tahun
a)
Masa Pra Pubertas:
peralihan dari akhir masa kanak-kanak kemasa awal pubertas.
b)
Masa Pubertas usia
14-16 tahun: masa remaja awal.
c)
Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas kemasa adolesen.
2)
Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
a)
Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
b)
Mulai menyadari akan realitas
c)
Sikapnya mulai jelas tentang hidup
d)
Mulai Nampak bakat dan minatnya
e. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan yang harus dicapai seseorang
berbeda untuk setiap tahapnya, menurut Havigust (supriatna: 2011) tugas
perkembangan usia remaja adalah sebagai berikut:
1) Mencapai hubungan-hubungan yang
lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis.
2) Mencapai suatu peranan sosial
sebagai pria atau wanita.
3) Menerima dan menggunakan fisiknya
secara efektif.
4) Mencapai kebebasan emosional dari
orangtua/orang lain.
5) Mencapai kebebasan keterjaminan
ekonomis.
6) Memilih dan mempersiapkan diri untuk
suatu pekerjaan/ jabatan.
4. Hakikat Pendidikan Luar Sekolah
a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan
luar sekolah merupakan salah satu dari tiga jenis pendidikan sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Adapun pengertian
pendidikan luar sekolah dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yaitu “jalur
pendidikan diluar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang”.
b. Satuan Pendidikan Luar Sekolah
Dalam
Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 disebutkan bahwa satuan pendidikan luar
sekolah atau non formal yaitu sebagai berikut: Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
c. Panti Sosial Bina Remaja Sebagai Satuan PLS
Dari
pengertian, karakteristik dan melihat satuan pendidikan luar sekolah di atas,
dapat di katakan bahwa salah satu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan luar sekolah yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yaitu panti
sosial yang dalam hal ini khususnya yaitu Panti Sosial Bina Remaja.
B.
Kerangka Berfikir
Dari
berbagai masalah para remaja yang dilakukan di PSBR, masih terdapat masalah/
tindakan indisipliner yang sulit untuk diselesaikan yaitu mengenai merokok di
waktu dan tempat yang dilarang oleh PSBR. Dari hasil identifikasi masalah yang
dilakukan oleh peneliti, para remaja yang sudah mendapatkan pembinaan melalui Case Conference (konferensi kasus)
merasa bahwa mereka merasa sangat tertekan pada saat proses kegiatan tersebut.
Sehingga tidak dapat merubah pola pikir dan kemauan para remaja di dalam
berprilaku disiplin khususnya merokok.
Fakta
tentang permasalahan di atas mendorong peneliti untuk menemukan suatu
alternatif solusi, yaitu perlu adanya suatu model pembinaan yang dapat membina
remaja yang berprilaku tidak disiplin khususnya merokok. Melalui model
pembinaan ini, para remaja akan memiliki motivasi yang tinggi di dalam
meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya merokok.
Adapun
model pembinaan yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu bimbingan kelompok
dengan teknik peer group sebagai
alternatif solusi bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner dalam
meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya perilaku disiplin merokok.
Sebagaimana yang dipaparkan diatas, penerapan model bimbingan kelompok dengan
teknik peer group ini didasarkan pada asumsi bahawa tidak berubahnya perilaku
remaja yang melakukan tindakan perilaku tidak disiplin merokok melalui Case Conference (konferensi kasus).
Model
bimbingan kelompok dengan teknik peer
group itu sendiri dapat diartikan memanfaatkan dinamika kelompok, dalam
mengembangkan diri remaja khususnya dalam meningkatkan perilaku disiplin. Dalam
hal ini anggota kelompoknya adalah kelompok teman sebaya/ peer group tersebut.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis
adalah suatu kesimpulan awal yang diberikan pada suatu penelitian ilmiah yang
masih memerlukan pengujian akan kebenarannya. Pada penelitian ini penulis
menyusun hipotesis sebagai berikut, bahwa penerapan model bimbingan kelompok
dengan teknik peer group dapat
meningkatkan perilaku disiplin merokok pada peserta didik yang terdapat di
Panti Sosial Bina Remaja. Bambu Apus Jakarta Timur.
BAB III
STRATEGI DAN PROSEDUR PENGEMBANGAN
A.
Strategi Pengembangan
1.
Tujuan
Penelitian ini merupakan
sebuah karya inovatif berupa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer goup dengan tujuan untuk meningkatkan perilaku disiplin
merokok pada remaja di PSBR. Selain itu,
tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai penerapan model bimbingan kelompok
dengan teknik peer group pada remaja
di PSBR.
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Panti Sosial Bina Rema Bambu Apus Jakarta Timur.
Pengambilan lokasi atas beberapa pertimbangan di
antaranya adalah:
a. Adanya
sasaran kajian pada penelitian yaitu para remaja yang
terdapat di PSBR yang selalu melakukan tindakan indisipliner tata tertib
dilarang merokok.
b. Tempat
yang strategis untuk dijadikan penelitian, sehingga memudahkan peneliti untuk
melakukan penelitian.
c. Respon
yang positif atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dari Kepala dan Staff PSBR.
3.
Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 6 (enam) bulan terhitung dari Agustus
sampai dengan Desember 2012. Rangkaian kegiatan selama 6 (enam)
bulan tersebut di antaranya:
identifikasi, penentuan masalah, penentuan program, aktivitas bimbingan kelompok dengan teknik peer
group, dan terakhir yaitu pengolahan dan analisis data.
4.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu
(Sugiyono: 2006). Penelitian pembuatan modell inovatif ini menggunakan metode
penelitian eksperimen sederhana (pre-eksperimen)
simple test dengan desain one-group pre test-post test.
Desain metode ini dipergunakan untuk mengukur variabel hasil bimbingan kelompok dari hasil perilaku disiplin dengan pertimbangan bahwa
hasil dari penelitian dapat diketahuii secara akurat karena dapat langsung dibandingkan
dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Tabel 3. 1
One Group
Pre Test-Post Test Desaign
Pre test
|
Treatment
|
Post test
|
O1
|
X
|
O2
|
Keterangan :
O1 =Pengukuran
Awal (pre test)
O2= Pengukuran
Akhir (post test)
X =
Penerapan Model bimbingan kelompok
dengan teknik peer group.
O2
– O1 = Pengaruh
bimbingan
kelompok dalam
meningkatkan perilaku disiplin merokok
Dalam penelitian ilmiah diperlukan sumber data yang
berkaitan dengan masalah penelitian yang dapat memberikan keterangan yang
dibutuhkan. Sumber data dalam suatu penelitian disebut dengan populasi.
Populasi juga merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai gambaran data
yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nurul Zuriah: 2006).
Berdasarkan
penjelasan diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik yang terdapat di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus
Jakarta Timur yang berjumlah 120 orang.
Sampel
dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik sampling ini diberi nama demikian
karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di
dalam populasi sehingga semua subyek dianggap sama.
Sampling purposive dilakukan dengan orang-orang
yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh
sampel itu. Adapun pertimbangan peneliti menggunakan
teknik ini yaitu, peneliti hanya mengambil remaja yang selalu melakukan
tindakan indisipliner merokok yang sedang dalam tahap rehabilitasi. Dari
pertimbangan tersebut maka jumlah sampel atau responden dalam penelitian ini berjumlah 7 (tujuh) orang.
6.
Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu
metode (Suharsimi Arikunto,
2006). Salah satu tujuan dibuatnya instrumen adalah untuk memperoleh data dan
informasi yang lengkap mengenaii hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini.
Berdasarkan tahapan kegiatan dalam penelitian ini, maka instrumen yang
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Angket (Kuesioner)
b. Observasi/ Pengamatan
c. Tes Hasil Belajar
d. Dokumentasi
Dalam upaya untuk memperoleh
data yang valid, maka peneliti menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
a. Menyusun Konsep
Instrumen
terlebih dahulu diujicobakan kepada peserta pendampingan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang di buat didasarkan pada indikator dari
penelitian itu sendiri, lalu dibagikan kepada peserta pelatihan sebagai respondennya.
Dalam pengukurannya,
Instrumen ini memakai skala Likert dalam bentuk daftar angka 1 sampai dengan 5 sebagai pilihan jawabannya. Setiap
pendapat yang diberikan responden melalui angket selanjutnya diberikan nilai
sesuai dengan skala Likert.
b. Uji Coba
Instrumen
1) Validitas Instrumen
Menurut Suharsimi Arikunto, suatu instrument dikatakan valid apabila dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto: 1996). Dalam suatu penelitian, data memiliki kedudukan yang sangat penting,
oleh karena itu instrument untuk mencari data hendaknya memenuhi persyaratan yang melalui uji validitas dan uji reliabilitas angket.
Adapun untuk uji validitas
instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment, yaitu (Suharsimi
Arikunto: 1996):
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara x dan y
N = Jumlah subyek penelitian
X = Skor tiap item
Y = Jumlah skor total
X2 = Jumlah kuadrat skor per item
Y2 = Kuadrat skor total
XY = Hasil kali antara X dan Y
Setelah melakukan uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan menggunakan M.
Excell, didapatkan bahwa hasilnya terdapat pernyataan yang drop dengan jumlah 5
pernyataan dan vasil dengan jumlah 35 pernyataan, dengan koefisien relasi 0,
338.
2) Reabilitas Instrumen
Perhitungan reliabilitas merupakan perhitungan
terhadap ketetapan atau konsistensi dari angket dengan menggunakan rumus Alpha.
Penggunaan rumus ini disesuaikan dengan teknik scoring yang dilakukan pada setiap item dalam instrumen. Rumus Alpha yang dimaksud adalah
(Suharsimi Arikunto: 1996):
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau
banyaknya soal
= Jumlah varians
butir
= varians total
Setelah melakukan uji reliabiltas dengan
menggunakan rumus alpha dengan
menggunakan M. Excell, maka didapatkan hasil uji reliabilitas yaitu t hitung
dengan 1, 00, dan rtabel dengan taraf signifikansi a= 0.05 adalah 0,75. Karena
r hitung lebih besar daripada r tabel (rhitung> rtabel= 1 >0,754) maka
instrumen ini memiliki reliabilitas sangat tinggi dengan demikian, angket ini
dikatakan reliabel.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Salah satu lembaga yang menyelenggarakan pembinaan,
dan pemberdayaan bagi para remaja yang putus sekolah, tidak mempunyai
pekerjaan, dan juga memiliki masalah sosial adalah lembaga Panti Sosial Bina
Remaja Bambu Apus Jakarta Timur yang merupakan satuan tugas dari Kementerian
Sosial Republik Indonesia. PSBR ini didirikan pada tahun 1974 dan sudah
menghasilkan angkatan sebanyak 72 angkatan.
Di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
yaitu membina dan memberdayakan para remaja tersebut, maka PSBR memiliki
berbagai program atau kegiatan yang
diperuntukan bagi para remaja tersebut. Adapun kegiatan atau program
tersebut yaitu bimbingan sosial (remaja dan permasalahan, kewirausahaan, etika
sosial, melamar pekerjaan, komunikasi antar relasi, kepemimpinan, perubahan
perilaku, kesehatan reproduksi, bimbingan hidup bermasyarakat), bimbingan fisik
(olahraga: futsal, voli, dll), bimbingan spiritual (agama), dan keterampilan
(las, elektro, bengkel, menjahit, dan salon).
Upaya-upaya tersebut terus dilakukan oleh
pihak PSBR untuk merubah kehidupan sosialnya menjadi lebih baik salah satunya
memiliki perilaku disiplin, kemudian supaya para remaja memiliki keterampian
yang dapat di gunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupannya, dan juga memiliki
akhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Namun dalam prosesnya, masih saja terdapat
para remaja yang melakukan berbagai macam tindakan indisipliner atau perilaku
tidak disiplin. Beberapa tindakan indispliner yang dilakukan oleh para remaja
yaitu mencuri, meminum autan sebagai sarana untuk mabuk, pacaran, dan merokok.
Para remaja yang melakukan tindakan
indisipliner atau perilaku disiplin, langsung diberikan tindakan pembinaan
khusus oleh pihak PSBR. Adapun pembinaan yang dilakukan yaitu melalui Case Conference (konferensi kasus).
Dimana remaja yang bermasalah di panggil oleh staff PSBR yang jumlahnya labih
dari 5 orang.
Dari berbagai masalah para remaja yang
dilakukan di PSBR, masih terdapat masalah/ tindakan indisipliner yang sulit
untuk diselesaikan yaitu mengenai merokok di waktu dan tempat yang dilarang
oleh PSBR. Dari hasil identifikasi masalah yang dilakukan oleh peneliti, para
remaja yang sudah mendapatkan pembinaan melalui Case Conference (konferensi kasus) merasa bahwa mereka merasa
sangat tertekan pada saat proses kegiatan tersebut. Sehingga tidak dapat
merubah pola pikir dan kemauan para remaja di dalam berprilaku disiplin
khususnya merokok.
Fakta tentang permasalahan di atas mendorong
peneliti untuk menemukan suatu alternatif solusi, yaitu perlu adanya suatu
model pembinaan yang dapat membina remaja yang berprilaku tidak disiplin
khususnya merokok. Melalui model pembinaan ini, para remaja akan memiliki
motivasi yang tinggi di dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya
merokok.
Adapun model pembinaan yang akan diterapkan
oleh peneliti yaitu bimbingan kelompok dengan teknik peer group sebagai alternatif solusi bagi para remaja yang
melakukan tindakan indisipliner dalam meningkatkan perilaku disiplinnya
khususnya perilaku disiplin merokok. Sebagaimana yang dipaparkan di atas,
penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini didasarkan pada
asumsi bahawa tidak berubahnya perilaku remaja yang melakukan tindakan perilaku
tidak disiplin merokok melalui Case
Conference (konferensi kasus).
Tingkat keberhasilan perlakuan yang
diterapkan oleh peneliti pada remaja yang melakukan perilaku tidak disiplin di
Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur melalui Bimbingan Kelompok
Dengan Teknik Peer group diukur
melalui empat jenis instrumen, yaitu tes hasil belajar (pre test dan post tes),
angket, observasi,. Berdasarkan perlakuan yang telah diberikan oleh peneliti,
maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut.
1.
Hasil
Belajar (pre tes dan post tes)
Pengumpulan data pada
hasil belajar merupakan upaya untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman remaja
atau peserta didik pada ranah kognitif atau secara teoritis. Adapun pengetahuan
remaja/ peserta didik yag diukur melalui tes ini yaitu meliputi materi (1)
arti, fungsi dan manfaat perilaku disiplin, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku disiplin, (3) sikap saling menghargai satu sama lain, dan (4) arti
komunikasi.
Hasil yang diperoleh
melalui pemberian pre tes pada awal kegiatan bimbingan kelompok didapat
rata-rata nilai pre tes yaitu 65, 14. Kemudian setelah diberikan perlakuan
melalui bimbingan kelompok, kemudian remaja diberikan post tes dan didapatkan
rata-rata dengan nilai 84, 66. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
terdapat peningkatan dengan rata-rata sebesar 19, 52 atau 33, 23%.
Peningkatan tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata nilai remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan
kelompok telah melebihi standar minimum yang ditetapkan yaitu sebesar 70.
Dengan kata lain aplikasi teori dari pendidikan orang dewasa berlangsung dengan
baik, dimana remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok mampu belajar
secara mandiri sesuai dengan perencanaan yang mereka buat.
2.
Angket/
Instrumen Efektivitas
Instrumen angket ini
digunakan untuk mengukur tingkat ke efektivitasan dari kegiatan bimbingan kelompok
yang telah diberikan kepada para remaja yang memiliki perilaku tidak disiplin
merokok sebanyak 7 orang. Angket ini dibagi menjadi beberapa dimensi, yaitu
fasilitator dan nasrasumber, sarana penunjang, konten materi, dan hasil
pembelajaran.
Adapun data angket
yang diperoleh menunjukan bahwa:
a.
Dimensi
Fasilitator dan Narasumber
Pada
dimensi aktivitas fasilitator, peneliti membagi menjadi tiga indikator
keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti
kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk
kedalam kategori efektif.
b.
Sarana Penunjang
Pada
dimensi sarana penunjang peneliti membagi menjadi 3 indikator keberhasilan.
Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti
kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi sarana penunjang termasuk
kedalam kategori efektif.
c. Konten Materi
Pada
dimensi konten materi peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan. Adapun
hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti
kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi konten materi termasuk
kedalam kategori efektif.
d. Hasil Pembelajaran
Pada
dimensi hasil pembelajaran peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan.
Adapun hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti
kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi hasil pembelajaran
termasuk kedalam kategori efektif.
3. Unjuk
Sikap
Dari
data hasil unjuk sikap yang sudah dipaparkan, dapat di simpulkan bahwa perilaku
tidak disiplin para remaja yang bermasalah perlahan-lahan sudah berubah,
meskipun dari sikap yang diharapkan tidak sepenuhnya remaja dapat berubah
secara langsung. Apalagi apabila remaja tersebut sudah masuk ke dalam kategori
perokok berat, maka perlu upaya ekstra untuk membuat remaja tersebut supaya mau
memperbaiki perilaku merokoknya supaya menjadi lebih disiplin.
Selain
sudah perlahan-lahan merubah perilaku tidak disiplin merokoknya, para remaja
pun perlahan-lahan sudah mau menegur teman yang merokok sembarangan. Selain itu
remaja pun sudah mampu berkomunikasi dan mengajark serta mau membantu teman yang mau merubahan kebiasaan merokok
sembarangannya yang melanggar peraturan/ tata tertib yang terdapat di PSBR.
4. Lembar Observasi
Instrumen observasi ini digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan dari kegiatan bimbingan kelompok yang diberikan kepada
para remaja. Lembar observasi ini di nilai oleh observer yang merupakan
perwakilan dari lembaga Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta timur.
Adapun data angket
yang diperoleh menunjukan bahwa:
a.
Aktivitas
Fasilitator
Efektivitas
fasilitator dan narasumber terbagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Pada
data mengindikasikan
bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M.
Si)
menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk kategori sangat
efektif.
b.
Aktivitas
Peserta Didik
Dimensi hasil
pembelajaran terbagi menjadi menjadi dua indikator keberhasilan.
Data
mengindikasikan bahwa Data tersebut mengindikasikan bahwa observer
(Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan dimensi
hasil pembelajaran termasuk kategori sangat efektif.
c.
Media
Bimbingan Kelompok
Pada
dimensi
konten media bimbingan kelompok terbagi menjadi dua
indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa observer
(Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan bahwa
dimensi media bimbingan kelompok termasuk kategori
sangat efektif.
d.
Materi
Bimbingan Kelompok
Efektivitas penggunaan media terbagi menjadi
tiga indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa Data
tersebut mengindikasikan bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi
Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan bahwa dimensi materi bimbingan
kelompok termasuk kedalam kategori sangat efektif.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian
yang didapat peneliti di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam
meningkatkan perilaku disiplin merokok.
B. Implikasi
Implikasi positif dari
pelaksanaan penerapan model bimbingan kelompok dengan
teknik peer group adalah membantu peserta pendampiingan dalam upaya
peningkatan sikap khususnya sikap perilaku disiplin merokok.
Implikasi negatif pada
pelaksanaan penerapan model bimbingan kelompok dengan
teknik peer group ini ialah belum sepenuhnya para remaja memahami konsep strategi
penerapan model bimbingan kelompok, sehingga ada peserta didik yang belum maksimal
menyadari pentingnya berprilaku disiplin khususnya merokok.
C. Saran
Adapun saran-saran yang dapat
dijadikan sebagai upaya perbaikan dalam penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer
group adalah sebagai berikut.
Bagi Peserta didik
Perlunya koordinasi antara remaja yang menjadi binaan dengan fasilitator untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang optimal,
sehingga mampu meminimalisir kekurangan yang terjadi selama pembelajaran.
Bagi Fasilitator
Fasilitator perlu untuk memandang remaja bimbingan sebagai subyek belajar, sehingga hasil belajar
yang diperoleh bimbingan akan lebih variatif. Hal ini
disebabkan remaja yang mengikuti bimbingan akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan memiliki
kebebasan untuk memilih materi apa yang ingin ia pahami terlebih dahulu.
Bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Mengingat Pendidikan Luar Sekolah berbasis pada
masyarakat, maka perlu dirancang suatu desain pembelajaran serupa yang mampu
menjawab kebutuhan belajar masyarakat.
Bagi Panti Sosial Bina Remaja
Panti Sosial Bina Remaja dapat menerapkan pembinaan bagi
remaja bermasalah atau yang melakukan berbagai macam perilaku tidak disiplin
sebagai alternatif dengan menggunakan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial RI.
2009. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Pusdatin.
Gunarsa. 1989. Psikologi Perkembangan: Peserta dan Remaja.
Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta:
Erlangga.
Mulyatiningsih, Rudi.
2004. Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar,
dan Karier: Petunjuk Praktis Diri Sendiri untuk Siswa SMP dan SMU. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kamil, Mustofa. 2009. Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui
PKBM Di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Nasution, Indri
Kemala. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan: Universitas Negeri Sumatera.
Notoadmojo, Soekidjo.
1984. Pengantar Pendidikan Masyarakat.
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Pendidikan Luar
Sekolah. 2009. Orientasi Profesi.
Jakarta: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Prayitno. 1995. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta, Rineka Cipta.
Prijodarminto,
Soegeng. 1993. Disiplin Kiat Menjadi
Sukses. Jakarta: Pradnya Paramita.
Romlah, Tatiek. 1989. Panduan Pengajar Teori dan Praktek Bimbingan
Kelompok. Jakarta: P2PLTK.
Salim, Peter dan Yenyy
Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kontemporer, Jakarta: Modern Englisgh Press.
Santosa, Slamet. 1993.
Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sarlito.
1983.
Panti Asuhan Bukan
Sekedar Tempat Penampungan. Jakarta: SP.
Sarwono, Sarlito
Wirawan. 1989. Psikologi Remaja.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Sarlito
Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi
Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudjana, H.D. 2004. Pendidikan Non Formal. Bandung: Falah
Production.
Sunaryo. 2004. Psiologi Untuk Perawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Supriatna. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surya, Moh. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.
Bandung: PPB-IKIP Bandung.
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku Remaja.
Jakarta: Grasindo.
Undang-Undang
Sisdiknas No 23 Tahun 2003.
Winkel, W. S. 2009. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Media
Abadi.
Yohannes.
1997. Pembinaan Kesejahteraan
Sosial Anak.
Jakarta: Departemen Sosial RI.
Yusuf, Syamsu. 2001. Psokologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: Rosda.
Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar