Kamis, 23 Mei 2013

PENERAPAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PEER GROUP DALAM MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN MEROKOK (STUDI PRE EKSPERIMEN PADA REMAJA DI PSBR BAMBU APUS JAKARTA)


PENERAPAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PEER GROUP DALAM  MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN MEROKOK (STUDI PRE EKSPERIMEN PADA REMAJA DI PSBR BAMBU APUS JAKARTA)
ARIEF RACHMAN
1515086190

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen sederhana, dengan pendekatan one-group pretest-postest design, dimana perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group (variabel x) untuk dapat melihat peningkatan terkait dengan perilaku disiplin merokok (y) pada remaja di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari bulan September sampai dengan Desember 2012. Subjek penelitian ini adalah remaja yang menjadi binaan di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur Angkatan 72 yang berjumlah 7 orang.
Hasil dari penerapan bimbingan kelompok ini di peroleh melalui pre test dan post test terhadap hasil bimbingan kelompok, maka diperoleh nilai rata-rata pada pre test sebesar 65, 14 dari 25 soal yang diujikan, kemudian pada post test mendapatkan nilai rata-rata sebesar 84, 66 atau terjadi peningkatan sebesar 19,52 atau 33, 23%. Selain itu pada uji-t didapat bahwa Ha diterima karena t hitung > t tabel (5,916 > 2, 447) pada taraf signifikansi α= 0,05.
Melalui penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model model bimbingan kelompok dengan teknik peer group terbukti mampu meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur. Hal ini menunjukan bahwa tujuan dari penelitian ini telah tercapai.

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Sebagian orang berpendapat bahwa masa muda adalah masa yang paling indah dan nikmat serta penuh kegembiraan. Memang tidaklah salah, tetapi dikatakan benar seluruhnya adalah tidak mungkin, masalahnya tergantung dari segi memandangnya. Jika dilihat dari kemauannya yang tanpa dikaitkan dengan masa depan, ia bebas berhura-hura, bermewah-mewah tanpa harus memeras keringat bagaimana mencari rupiah demi rupiah guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya ia sambil merayu dan di bubuhi alasan, jika tidak ditiruti dia akan pergi dari rumah (minggat).
Tetapi jika memandang dari sudut yang berkaitan dengan masa depan remaja itu sendiri sarat tanggung jwab yang akan dipikul. Maka masa remaja lebih dapat disebut masa yang paling berat, penuh tantangan, ia harus bekerja lebih berat, memanfaatkan setiap waktu yang dimiliki, ia harus memperhatikan mental rohaniah aqliyah, fisik jasmaniah untuk memproses regenerasi yang pasti menghampirinya. Fisik tubuh, makanan bergizi, intelektual menghayati ilmu pengetahuan dan mental santapan rohani yang berisi norma tata nilai yang abadi dan luhur, fisik dilatih dengan penghayatan dan pengalaman religi hingga latihan terakhir ini bisa mengilhami seluruh sikap dan tingkah lakunya.
Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa dimana memulai kehidupan yang sangat penting. Karena di dalam masa remaja, perkembangan fisik, sosial, agama, dll di mulai untuk membentuk suatu jati diri mereka masing-masing. Sehingga berbagai aspek dalam kehidupan akan sangat berpengaruh dalam proses pembentukan jati diri para remaja, salah satunya yaitu faktor ekonomi.
Pada saat sekarang ini masih banyak remaja-remaja yang berada di bawah tingkat ekonomi menengah ke bawah. Data ini dapat dilihat dari jumlah angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada bulan September tahun 2011 yang menyebutkan bahwa orang miskin yang terdapat di Indonesia berjumlah 29, 89 Juta Jiwa atau (12, 36% dari jumlah penduduk di Indonesia). Hal tersebut mengakibatkan banyaknya remaja yang tidak dapat mengenyam dunia pendidikan ataupun putus sekolah di tengah jalan karena ketidakmampuan membayar biaya sekolah yang sangat tinggi.
Akibat dari tingkat pendidikan yang rendah bahkan tidak sama sekali merasakan dunia pendidikan, mengakibatkan sulitnya para remaja sekarang mendapatkan pekerjaan yang layak. Ditambah lagi di era globalisasi pada saat sekarang ini menjadikan persaingan dalam mencari lahan pekerjaan menjadi sangat susah.
Sulitnya remaja dalam mencari pekerjaan menyebabkan para remaja bekerja menjadi pengamen, mencuri, menjual narkoba, dll. Pekerjaan-pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka lakukan. Dengan pekerjaan yang seperti itu, maka di dalam bergaulpun para remaja bergaul dengan remaja-remaja yang bermasalah juga. Sehingga akhirnya para remaja tersebut melakukan kenakalan-kenakalan yang seharusnya tidak dilakukan seperti merokok, mabuk, narkoba, mencuri, seks bebas dll.
Kompleksnya masalah para remaja pada saat sekarang ini, harus ada upaya untuk membina dan mengembangkan kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Apabila tidak orang atau lembaga yang mau menampung dan membina serta memberdayakan mereka, maka peneliti yakin bahwa bangsa ini kedepannya akan menjadi bangsa yang tertinggal dengan bangsa lain karena tidak memiliki penerus bangsa yang berkualitas.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah remaja tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang, lembaga, dan unsur pemerintahan. Apalagi pemerintah, di dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 disebutkan “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Oleh sebab itu pemerintah mempunyai kewajiban di dalam mengembangkan, membina, dan memberdayakan para remaja yang memang hidup di bawah garis kemiskinan, terlantar, ataupu bermasalah.
Pemberdayaan bagi remaja miskin, bermasalah, terlantar, dan putus putus sekolah merupakan salah satu program pemerintah untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan remaja kurang mampu dan kurang beruntung agar turut berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Program pemberdayaan tersebut menjadi hal yang sangat krusial mengingat semakin meningkatkanya jumlah remaja yang putus sekolah.
Salah satu kegiatan pemberdayaan bagi remaja miskin, bermasalah, terlantar, dan putus sekolah dapat dilakukan melaui pendidikan non formal/ pendidikan luar sekolah. Pendidikan non formal menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 dalam pasal 1 yaitu: “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Selanjutnya pada pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”.
Dalam merealisasikan pemberdayaan bagi para remaja terlantar dan putus sekolah melalui satuan pendidikan non formal, maka  Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu ketentuan yaitu Keputusan Menteri Sosial RI No.HUK 3-3-8/239 tahun 1974 tentang panti asuhan, yang menyatakan bahwa panti asuhan sebagai yayasan sosial yang mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat yang memberikan jaminan kesejahteraan kepada anak-anak panti yang berstatus yatim, piatu, yatim dan piatu, keluarga yang retak dan tidak mampu meliputi pembiayaan, pembinaan dalam pendidikan anak asuhnya.
Salah satu lembaga panti yang menyelenggarakan pendidikan luar sekolah atau nonformal yang dibentuk pemerintah melalui Kementerian Sosial adalah Panti Sosial Bina Remaja. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) itu sendiri dalam glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang di keluarkan oleh kementerian sosial adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi bagi anak terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun fungsi dari PSBR itu sendiri yaitu sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan diri remaja, pusat informasi, pelatihan dan penelitian tentang perilaku sosial remaja dan organisasi, dan sebagai pusat rujukan penanganan masalah sosial remaja sebagai upaya pencegahan, rehabilitasi, pemberdayaan, dukungan, dan pengembangan. Fungsi dari PSBR itu sendiri sejalan dengan fungsi pendidikan nonformal yang disebutkan dalam pasal 26 ayat 2 UU Tentang Sisdiknas Tahun 2003 yang berbunyi bahwa “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan padapenguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dankepribadian profesional.
Remaja yang ingin mengikuti kegiatan di PSBR biasanya ada yang langsung daftar ke PSBR yang terdapat di Bambu Apus Jakarta. Remaja yang daftar langsung ke PSBR biasanya berasal dari daerah yang tidak jauh dari Jakarta. Sedangkan remaja yang dari luar daerah Jakarta biasanya mendaftar terlebih dahulu ke Dinas Sosial daerahnya masing-masing yang kemudian nantinya di kirim langsung ke PSBR.
Para remaja yang sudah terdaftar yang akan mengikuti kegiatan di PSBR nantinya akan mendapatkan sistem asuhan keluarga/ rumah asuh (Cottage System), dimana para remaja ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orangtua asuh dan anak-anaknya. Para remaja membaur sebagaimana layaknya anak dengan orang tuanya sendiri. Hal ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik, mental dan social remaja tersebut sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara wajar sebagaimana layaknya remaja dalam sebuah keluarga.
Selain mendapatkan sistem rumah asuh (Cottage System), PSBR juga menyediakan beberapa program binaan untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan para remaja. Diantaranya yaitu Kegiatan Bimbingan Sosial, Psikososial, fisik, mental, keterampilan, dan juga pendidikan kesetaraan. Setiap remaja wajib mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut dengan rutin dan dengan waktu yang sudah diatur dan ditetapkan oleh pihak PSBR.
Kegiatan-kegiatan yang di berikan oleh PSBR terhadap para remaja merupakan fungsi dari pendidikan luar sekolah. Adapun fungsi tersebut yaitu sebagai pelengkap, pengganti dan penambah. Fungsi pelengkap dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial, fisik, dan mental. Fungsi pengganti dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial dan pendidikan kesetaraan yang di diberikan oleh PSBR. Kemudian untuk fungsi penambah dapat dilihat dari kegiatan keterampilan.
Dari berbagai kegiatan atau program yang diberikan oleh PSBR di atas, tujuan utamanya yaitu memberikan perubahan kepada para remaja baik perubahan sikap, perilaku, kehidupan sosial, dan bahkan pendidikan. Akan tetapi, tidak tidak semua para remaja mengikuti kegiatan yang diberikan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya beberapa remaja yang susah diatur sehingga para remaja tersebut hanya sekedar ikut kegiatan yang dilakukan tanpa menerapkan hasil belajarnya pada kehidupan sehari-hari.
Beberapa remaja yang memang tidak mengikuti kegiatan di PSBR dengan sungguh-sungguh mengakibatkan tidak adanya perubahan yang terjadi. Di tambah lagi dengan karakter para remaja yang memang suka dengan tantangan dan selalu ingin mencoba-coba, sehingga terdapat beberapa remaja yang melakukan tindakan indisipliner dengan melanggar beberapa aturan yang sudah dibuat oleh PSBR. Berikut ini adalah tabel mengenai data bentuk tindakan indisipliner remaja yang dilakukan di PSBR:


Tabel 1.1
Bentuk dan Jumlah Remaja Yang Melakukan Tindakan Indisipliner
No
Bentuk Tindakan Indisipliner
Jumlah remaja yang melakukan pelanggaran
Kett
1
Merokok dalam tempat dan waktu yang dilarang dalam tata tertib
7 orang
Masih dalam proses pembinaan
2
Narkoba
1 orang
Keluar
3
Perkelahian
2 orang
Sudah selesai dalam pembinaan

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pelanggaran atau tindakan indisipliner yang paling banyak dilakukan yaitu pada peraturan dilarang merokok dengan jumlah tujuh orang. Kemudian untuk perilaku indisipliner memakai narkoba hanya terdapat 1 orang dan itu pun langsung dikeluarkan oleh pihak PSBR. Kemudian untuk masalah perkelahian hanya terdapat 2 orang dan sudah selesai dilakukan pembinaan.
Untuk ketujuh orang tersebut, pihak PSBR sudah sering sekali melakukan pembinaan. Akan tetapi, yang terjadi meskipun sering sekali masuk pembinaan tapi para remaja tersebut masih saja melakukan tindakan indisipliner merokok. Hal tersebut mengakibatkan seringnya remaja-remaja tersebut mengikuti proses pembinaan, sehingga para remaja tersebut akhirnya banyak tidak mengikuti proses kegiatan yang diberikan oleh PSBR.
Proses pembinaan yang dilakukan oleh pihak PSBR terhadap remaja yang melanggar aturan/ tata tertib yaitu dengan dilakukan case confrence atau melakukan sidang dengan memanggil remaja yang melakukan tindakan indisipliner. Pada cara tersebut, remaja yang melakukan tindakan indisipliner diberikan arahan oleh para staff PSBR khususnya staff rehabilitasi sosial.
Akan tetapi, meskipun setelah dilakukan pembinaan dengan cara case conference tetap saja para remaja tersebut melakukan tindakan indisipliner melanggar aturan dilarang merokok. Karena menurut mereka cara pembinaan yang diberikan oleh PSBR melalui case conference tidak dapat merubah perilaku tidak disiplin mereka. Dan para remaja tersebut sangat tidak suka dengan proses case conference yang dilakukan.
Para remaja tersebut beranggapan bahwa pada case conference mereka menjadi sangat tertekan. Sehingga pada saat case conference berlangsung mereka hanya tunduk terdiam dan berkata iya saja. Hasilnya yaitu setelah mengikuti program pembinaan case conference para remaja tersebut tetap melakukan tindakan indisipliner merokok.
Proses pembinaan ini amatlah penting, karena dalam proses pembinaan ini seharusnya para remaja tersebut seharusnya memiliki perubahan perilaku menjadi lebih disiplin khususnya mengenai merokok. Sehingga mereka dapat lebih mengerti dan dapat lebih mengikuti segala aturan atau tata tertib yang ada di PSBR ataupun di lingkungannnya nanti dimana mereka akan tinggal.
Selain itu, karena mereka akan segara magang di berbagai perusahaan yang menjadi kemitraan PSBR, maka mereka harus memiliki perilaku disiplin khususnya tidak merokok. Apabila sikap dan perilaku remaja masih tidak berubah maka para remaja tersebut akan masuk ke dalam lembar hitam perusahaan. Hasilnya mereka tidak akan mendapatkan penilaian yang baik dari perusahaan, yang mengakibatkan mereka tidak dapat bekerja di perusahaan tersebut setalah selesai magang nanti. Bahkan mereka akan kesulitan mencari pekerjaan di tempat lain setelah selesai mendapatkan pemberdayaan dari PSBR.
Masalah tersebut di atas, menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti sehingga tertarik mengangkat tema tentang penerapan model bimbingan kelompok bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner/ perilaku tidak disiplin di PSBR. Alasannya yaitu karena pembinaan para remaja bermasalah tersebut melalui bimbingan kelompok merupakan suatu upaya yang dapat mengoptimalkan sebuah proses pembinaan yang sebelumnya tidak dapat optimal melalui kegiatan case conference.
Penerapan model bimbingan kelompok pada kegiatan pembinaan yang diberikan untuk para remaja bermasalah tersebut peneliti fokuskan lagi pada kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik peer group. Penerapan model ini dipilih peneliti karena memuat pronsip-prinsip yang sesuai dengan kebutuhan para kegiatan pembinaan dan karakteristik sasaran yaitu para remaja.
Bimbingan kelompok merupakan salah satu bentuk bimbingan yang dilakukan melalui media kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang bertujuan untuk menggali dan mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki individu. Dalam kelompok ini semua peserta bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran dan lain sebagainya; apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk semua peserta lainnya.
Penelitian ini juga dipilih oleh peneliti karena bimbingan kelompok dengan teknik peer group memiliki relevansi yang kuat dengan bidang kajian Pendidikan Luar Sekolah. Hal ini karena bimbingan kelompok dengan teknik peer group berkaitan dengan mata kuliah ke-PLS an seperti kajian dari mata kuliah Dinamika Kelompok, Perencanaan Program PLS, Pendidikan Generasi Muda, Intervensi Sosial, Perubahan Perilaku Individu Dalam Masyarakat, Komunikasi Sosial, Problem sosial dan penyimpangan sosial, manusia dan perubahan sosial, dan pembentukan sikap sosial.
Pentingnya mengangkat kajian tentang penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini diharapkan dapat merubah perilaku para remaja, khususnya perilaku disiplin merokok. Selain itu bimbingan ini juga diharapkan dapat mengembangkan perilaku disiplin remaja tidak hanya pada masalah merokok akan tetapi pada masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan kehidupannya baik pribadi maupun sosial.
B.   Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.   Bagaimana gambaran program-program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh PSBR untuk para remaja yang menjadi peserta didiknya?
2.   Apa saja perilaku tidak disiplin yang dilakukan oleh para remaja yang terdapat di PSBR?
3.   Apakah pembinaan yang dilakukan oleh PSBR untuk menangani masalah perilaku tidak disiplin yang dilakukan oleh para remaja yang terdapat di PSBR?
4.   Apakah faktor yang menyebabkan ketidakefektivan pada pembinaan remaja bermasalah melalui case conference yang telah dilakukan oleh PSBR?
5.   Bagaimana cara penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta?
6.   Apakah penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dapat meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di PSBR Bambu Apus Jakarta?

C.   Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada ”Penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta”.

D.   Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah, “Apakah penerapan Penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group mampu meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur?”.
E.   Kegunaan Penelitian
1.   Remaja/ Peserta didik
Adapun kegunaan bagi para remaja yaitu dapat meningkatkan perilaku disiplin merokok sehingga tidak merokok di tempat dan waktu yang tidak diperbolehkan oleh pihak PSBR.
2.  Bagi penyelenggara Panti Sosial Bina Remaja
Sebagai bahan masukan di dalam memberikan pembinaan untuk para remaja yang melakukan tindakan indisipliner sehingga pembinaan yang dilakukan menjadi lebih efektif.
3.  Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Hasil penelitian berguna untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah mengenai model bimbingan kelompok dengan teknik peer group yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di lembaga khususnya panti sosial.
4.  Bagi Penulis
Dapat menyumbangkan pikiran berupa gagasan dan ide dari hasil penelitian serta untuk menambah pengetahuan sebagai mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) akan pentingnya pendidikan dan kegiatan pembinaan remaja melalui bimbingan kelompok di panti sosial ataupun di satuan PLS lainnya.

BAB II
KAJIAN TEORITIK
A.   Kajian Teori
1.   Hakikat Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group
a.   Hakikat Bimbingan Kelompok
1)   Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat membahas topik atau permasalahan peserta didik dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Winkel mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan “salah satu pengalaman melalui pembentukan kelompok yang khas untuk keperluan pelayanan bimbingan” (W. S Winkel: 2009). Sedangkan menurut Tatiek Romlah bahwa bimbingan kelompok adalah “Proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa” (Tatiek Romlah: 1989).
2)   Tujuan Bimbingan Kelompok
Kesuksesan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi oleh sejauhmana keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam bimbingan kelompok yang diselenggarakan. Adapun tujuan bimbingan kelompok menurut Prayitno (Prayitno: 1995) yaitu:
a)   Mampu berbicara di muka orang banyak
b)   Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain sebagainya kepada orang banyak
c)    Belajar menghargai pendapat orang lain
d)   Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya
e)   Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif)
f)    Dapat bertenggang rasa
g)   Menjadi akrab satu sama lainnya.
h)   Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama.
3)   Asas-Asas Bimbingan Kelompok
Dalam pelaksanaannya, bimbingan kelompok memiliki asas-asas yang harus diperhatikan. Menurut Prayitno terdapat beberapa asas dalam bimbingan kelompok, diantaranya yaitu 1) Asas Kerahasiaan, 2) Asas Keterbukaan, 3) Asas Kesukarelaan, 4) Asas Kenormatifan (Prayitno: 1995).
4)     Peranan Anggota Kelompok dan Pemimpin Kelompok Dalam Bimbingan Kelompok
Peranan anggota kelompok yang hendaknya dimainkan oleh anggota kelompok agar dinamika kelompok benar-benar dapat diwujudkan seperti yang diharapkan, adalah sebagai berikut:
a)   Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.
b)   Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.
c)    Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
d)   Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik.
e)   Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
f)    Mampu mengkomunikasikan secara terbuka.
g)   Berusaha membantu anggota lain.
h)   Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani perannya.
i)    Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.
5)   Tahap-Tahap Kegiatan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dalam pelaksanaannya melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan di sini bukanlah suatu tahapan yang mempunyai fase yang berbeda-beda dan terpisah, namun merupakan fase yang saling berhubungan.
Pada pelaksanaan eksperimen bimbingan kelompok ini adalah mengacu pada tahap-tahap bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno dan beberapa pakar bimbingan kelompok yang meliputi empat tahap yang sebelumnya diawali dengan tahap permulaan atau tahap awal untuk mempersiapkan anggota kelompok.
Tahap-tahap tersebut yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.
b.   Hakikat Teknik Peer group
1)   Pengertian Peer group
Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang dituntut adanya saling berhubungan antara sesama dalam kehidupannya. Individu dalam kelompok sebaya (peer group) merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelomok itu.
Menurut Slamet Santoso peer group adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status posisi sosial. Remaja akan masuk dalam lingkungan kelompok yang memiliki usia, status dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini akan membuat seorang remaja lebih mudah dalam merasakan, mengerti, dan menumbuhkan rasa toleransi antara anggota satu dengan yang lain. Mereka juga akan saling bertukar pengalaman yang dimiliki antara satu dengan yang lainnya (Slamet Santosa: 1993).
2)   Fungsi Peer group
Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peer group juga mempunyai fungsi. Menurut Slamet Santosa Fungsi-fungsi peer group tersebut adalah sebagai berikut (Slamet Santosa: 1993):
a)   Mengajarkan kebudayaan.
b)   Mengajarkan mobilitas sosial.
c)    Membantu peranan sosial yang baru.
d)   peer group sebagai sumber informasi bagi orangtua dan guru bahkan untuk masyarakat.
e)   Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
Dengan adanya kelompok sosial seperti peer group tersebut akan memberikan ruang dan waktu kepada individu untuk berubah dan berkembang sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan pribadinya dalam aspek kehidupan sosialnya. Mereka akan mengalami perubahan dalam berbagai hal yang memungkinkan untuk berperan menjadi lebih luas dalam kehidupan kelompok sosialnya yang ditandai dengan perubahan.
3)   Ciri-Ciri Peer group
Adapun ciri-ciri peer group adalah sebagai berikut (Slamet Santosa: 1993):
a)   Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.
b)   Bersifat sementara.
c)    Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas
c.   Kegiatan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group
Dari dua pengertian di atas yaitu bimbingan kelompok dan peer group, maka dalam penelitian ini akan digabungkan menjadi kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik peer group, yang dapat diartikan memanfaatkan dinamika kelompok, dalam mengembangkan diri remaja khususnya dalam meningkatkan perilaku disiplin. Dalam hal ini anggota kelompoknya adalah kelompok teman sebaya/ peer group tersebut.
Adapun bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan bentuk dan tahapan-tahapan dalam kegiatan bimbingan kelompok, akan tetapi yang berperan aktif menjadi anggota dan pemimpin kelompokdan sekaligus menjalankan kegiatan bimbingan kelompok ini adalah bagian dari anggota kelompok atau peer group itu sendiri. Prosedur dalam kegiatan bimbingan kelompok ini ialah dengan memilih dan memberikan arahan kepada satu orang remaja yang menjadi pemimpin diambil dari peer group tersebut yang dianggap lebih baik dan mampu dari anggota kelompok yang lain untuk menjadi pemimpin kelompok pada awal kegiatan dan sekaligus melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok dalam memberikan bantuan, arahan dan motivasi kepada anggota kelompok yang lain.
Dengan demikian, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini ialah pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan oleh Peer group dalam memberikan bantuan dan pembahasan topik/ persoalan dalam hal ini ialah peningkatan perilaku disiplin terhadap tata tertib khususnya mengenai untuk tidak merokok pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan oleh PSBR. Sedangkan jenis kegiatan bimbingan kelompok ini ialah jenis bimbingan kelompok diskusi dengan materi yang sudah dipersiapkan oleh peneliti yaitu mengenai materi yang mengarah pada peningkatan perilaku disiplin remaja PSBR yang melanggar tata tertib.
2.    Hakikat Perilaku Disiplin Merokok
a.    Hakikat Perilaku Merokok
1)   Pengertian Perilaku
Sarlito Wirawan Sarwono dalam bukunya psikologi sosial mengungkapkan bahwa perilaku dalam ruang lingkup psikologi yaitu suatu perbuatan. Perilaku disebut juga dengan perbuatan terbuka (overt) yaitu perilaku yang dapat diamati dan perbuatan tertutup (covert) yaitu perilaku yang tidak dapat diamati dan hanya berupa pemikiran-pemikiran saja. Perilaku terbuka dan perilaku tertutup diasumsikan dapat dikendalikan oleh lingkungan eksternal (Sarlito Wirawan Sarwono: 2005).
2)   Perilaku Merokok
Menurut Purwadarminta  mendefinisikan perilaku merokok sebagai aktifitas menghisap rokok, sedangkan rokok  sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut dengan nipah atau kertas (Purwadarminta: 1995). Pendapat lain dari Amstrong,  mengatakan bahwa  perilaku  merokok adalah menghisap asap tembakau  yang dibakar  ke  dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Kemala Indri Nasution: 2007).
3)   Tipe Perilaku Merokok
Ada beberapa tokoh yang mengklasifikasikan perilaku  merokok, diantaranya:  Menurut Smet  ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah (Kemala Indri Nasution: 2007):
a)   Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
b)   Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
c)   Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
4)   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja
Perilaku merokok merupakan perilaku  yang  berbahaya  bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang  melakukannya.  Bahkan orang  mulai merokok  ketika  mereka  masih remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa  kebanyakan perokok  mulai merokok  antara  umur 11  dan 13 tahun dan  85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun (Kemala Indri Nasution: 2007).
b.   Hakikat Disiplin
1)   Pengertian Disiplin
Selanjutnya Moh. Surya mengemukakan bahwa disiplin adalah suatu sikap menghormati,  menghargai,  dan  menaati  segala  peraturan  dan  ketentuan  yang berlaku. Sedangkan  menurut  Soegeng  Prijodarminto  disiplin  yang mantap  pada  hakekatnya  akan  tumbuh  dan  terpancar  dari  hasil  kesadaran  diri (Moh. Surya: 1997).
2)   Unsur-unsur Disiplin
Hurlock dalam bukunya mengemukakan empat unsur pokok disiplin, yaitu:
a)      Peraturan
b)   hukuman
c)   penghargaan
d)   konsistensi
3)   Pembentukan Disiplin
Menurut Tulus Tu’u (Tulus Tu’u: 2007) terdapat  empat  hal  yang  dapat  mempengaruhi  dan  membentuk  disiplin individu yaitu:
a)   Kesadaran  diri  sebagai  pemahaman  diri  bahwa  disiplin  dianggap  penting  bagi kebaikan  dan  keberhasilan  dirinya.
b)   Mengikuti  dan  menaati  aturan  sebagai  langkah  penerapan  dan  praktek  atas peraturan-peraturan  yang  mengatur  perilaku  individunya. 
c)   Alat  pendidikan  untuk  mempengaruhi,  mengubah,  membina  dan  membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
d)   Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.
4)   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin
Menurut Tulus Tu’u (Tulus Tu’u; 2007) mengemukakan  bahwa  faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin, antara lain:
a)      Pendidikan  di  keluarga  sebagai  matra  vertikal. 
b)     Pendidikan  di  sekolah  sebagai  matra  diagonal
c)      Pendidikan  di  masyarakat  sebagai  matra  horizontal.
c.      Hakikat Perilaku Disiplin Merokok
Jadi perilaku disiplin merokok yaitu aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan pada waktu dan tempat yang diperbolehkan oleh suatu lembaga atau institusi. Sehingga artinya para perokok tidak sembarangan dalam melakukan aktivitas merokoknya karena dapat mengganggu kegiatan atau mengganggu aktivitas orang lain.
3.    Hakikat Remaja
a.    Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Remaja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (Peter Salim: 1991) adalah “usia muda antara 13 sampai 19 tahun.”
b.   Ciri-Ciri Remaja
Menurut Zulkifli dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan (Zulkifli: 2005) terdapat beberapa ciri-ciri pada remaja, antara lain:
1)   Pertumbuhan fisik
2)   Perkembangan Seksual
3)   Cara berfikir kausalitas
4)   Emosi yang meluap-luap
5)   Mulai tertarik kepada lawan jenis
6)   Menarik perhatian lingkungan
7)   Terikat Dengan Kelompok
c.    Karakteristik Remaja
Gunarsa (Gunarsa: 1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1)   Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2)   Ketidakstabilan emosi.
3)   Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4)   Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5)   Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua.
d.   Klasifikasi Remaja
Menurut Zhuldyn yang merupakan hasil dari kesimpulan yang diperoleh dari para ahli psikologi remaja, maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1)   Periode Masa Puberusia 12-18 tahun
a)   Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak kemasa awal pubertas.
b)   Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal.
c)   Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas kemasa adolesen.
2)   Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
a)   Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
b)   Mulai menyadari akan realitas
c)   Sikapnya mulai jelas tentang hidup
d)   Mulai Nampak bakat dan minatnya
e.    Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan yang harus dicapai seseorang berbeda untuk setiap tahapnya, menurut Havigust (supriatna: 2011) tugas perkembangan usia remaja adalah sebagai berikut:
1)   Mencapai hubungan-hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis.
2)   Mencapai suatu peranan sosial sebagai pria atau wanita.
3)   Menerima dan menggunakan fisiknya secara efektif.
4)   Mencapai kebebasan emosional dari orangtua/orang lain.
5)   Mencapai kebebasan keterjaminan ekonomis.
6)   Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan/ jabatan.
4.    Hakikat Pendidikan Luar Sekolah
a.    Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah merupakan salah satu dari tiga jenis pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Adapun pengertian pendidikan luar sekolah dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yaitu “jalur pendidikan diluar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”.
b.   Satuan Pendidikan Luar Sekolah
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 disebutkan bahwa satuan pendidikan luar sekolah atau non formal yaitu sebagai berikut: Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
c.    Panti Sosial Bina Remaja Sebagai Satuan PLS
Dari pengertian, karakteristik dan melihat satuan pendidikan luar sekolah di atas, dapat di katakan bahwa salah satu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan luar sekolah yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yaitu panti sosial yang dalam hal ini khususnya yaitu Panti Sosial Bina Remaja.
B.   Kerangka Berfikir
Dari berbagai masalah para remaja yang dilakukan di PSBR, masih terdapat masalah/ tindakan indisipliner yang sulit untuk diselesaikan yaitu mengenai merokok di waktu dan tempat yang dilarang oleh PSBR. Dari hasil identifikasi masalah yang dilakukan oleh peneliti, para remaja yang sudah mendapatkan pembinaan melalui Case Conference (konferensi kasus) merasa bahwa mereka merasa sangat tertekan pada saat proses kegiatan tersebut. Sehingga tidak dapat merubah pola pikir dan kemauan para remaja di dalam berprilaku disiplin khususnya merokok.
Fakta tentang permasalahan di atas mendorong peneliti untuk menemukan suatu alternatif solusi, yaitu perlu adanya suatu model pembinaan yang dapat membina remaja yang berprilaku tidak disiplin khususnya merokok. Melalui model pembinaan ini, para remaja akan memiliki motivasi yang tinggi di dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya merokok.
Adapun model pembinaan yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu bimbingan kelompok dengan teknik peer group sebagai alternatif solusi bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya perilaku disiplin merokok. Sebagaimana yang dipaparkan diatas, penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini didasarkan pada asumsi bahawa tidak berubahnya perilaku remaja yang melakukan tindakan perilaku tidak disiplin merokok melalui Case Conference (konferensi kasus).
Model bimbingan kelompok dengan teknik peer group itu sendiri dapat diartikan memanfaatkan dinamika kelompok, dalam mengembangkan diri remaja khususnya dalam meningkatkan perilaku disiplin. Dalam hal ini anggota kelompoknya adalah kelompok teman sebaya/ peer group tersebut.
C.   Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu kesimpulan awal yang diberikan pada suatu penelitian ilmiah yang masih memerlukan pengujian akan kebenarannya. Pada penelitian ini penulis menyusun hipotesis sebagai berikut, bahwa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dapat meningkatkan perilaku disiplin merokok pada peserta didik yang terdapat di Panti Sosial Bina Remaja. Bambu Apus Jakarta Timur.

BAB III
STRATEGI DAN PROSEDUR PENGEMBANGAN

A.   Strategi Pengembangan
1.   Tujuan
Penelitian ini merupakan sebuah karya inovatif berupa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer goup dengan tujuan untuk meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja  di PSBR. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group pada remaja di PSBR.
2.   Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Rema Bambu Apus Jakarta Timur. Pengambilan lokasi atas beberapa pertimbangan di antaranya adalah:
a.   Adanya sasaran kajian pada penelitian yaitu para remaja yang terdapat di PSBR yang selalu melakukan tindakan indisipliner tata tertib dilarang merokok.
b.   Tempat yang strategis untuk dijadikan penelitian, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian.
c.    Respon yang positif atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Kepala dan Staff PSBR.
3.   Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 6 (enam) bulan terhitung dari Agustus sampai dengan Desember 2012. Rangkaian kegiatan selama 6 (enam) bulan tersebut di antaranya: identifikasi, penentuan masalah, penentuan program, aktivitas bimbingan kelompok dengan teknik peer group, dan terakhir yaitu pengolahan dan analisis data.
4.   Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono: 2006). Penelitian pembuatan modell inovatif ini menggunakan metode penelitian eksperimen sederhana (pre-eksperimen) simple test dengan desain one-group pre test-post test. Desain metode ini dipergunakan untuk mengukur variabel hasil bimbingan kelompok dari hasil perilaku disiplin dengan pertimbangan bahwa hasil dari penelitian dapat diketahuii secara akurat karena dapat langsung dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tabel 3. 1
One Group Pre Test-Post Test Desaign
Pre test
Treatment
Post test
O1
X
O2
Keterangan :
O1 =Pengukuran Awal (pre test)
O2= Pengukuran Akhir (post test)
X = Penerapan Model bimbingan kelompok
     dengan teknik peer group.
O2 – O1 = Pengaruh bimbingan kelompok dalam
      meningkatkan perilaku disiplin merokok
Dalam penelitian ilmiah diperlukan sumber data yang berkaitan dengan masalah penelitian yang dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan. Sumber data dalam suatu penelitian disebut dengan populasi. Populasi juga merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai gambaran data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nurul Zuriah: 2006).
Berdasarkan penjelasan diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik yang terdapat di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur yang berjumlah 120 orang.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subyek dianggap sama.
Sampling purposive dilakukan dengan orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu.  Adapun pertimbangan peneliti menggunakan teknik ini yaitu, peneliti hanya mengambil remaja yang selalu melakukan tindakan indisipliner merokok yang sedang dalam tahap rehabilitasi. Dari pertimbangan tersebut maka jumlah sampel atau responden dalam penelitian ini berjumlah 7 (tujuh) orang.
6.    Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan suatu metode (Suharsimi Arikunto, 2006). Salah satu tujuan dibuatnya instrumen adalah untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenaii hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini.
Berdasarkan tahapan kegiatan dalam penelitian ini, maka instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.   Angket (Kuesioner)
b.   Observasi/ Pengamatan
c.    Tes Hasil Belajar
d.   Dokumentasi
Dalam upaya untuk memperoleh data yang valid, maka peneliti menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
a.   Menyusun Konsep
Instrumen terlebih dahulu diujicobakan kepada peserta pendampingan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang di buat didasarkan pada indikator dari penelitian itu sendiri, lalu dibagikan kepada peserta pelatihan  sebagai respondennya.
Dalam pengukurannya, Instrumen ini memakai skala Likert dalam bentuk daftar angka 1 sampai dengan 5 sebagai pilihan jawabannya. Setiap pendapat yang diberikan responden melalui angket selanjutnya diberikan nilai sesuai dengan skala Likert.


b.   Uji Coba Instrumen
1)   Validitas Instrumen
Menurut Suharsimi Arikunto, suatu instrument dikatakan valid apabila dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto: 1996). Dalam suatu penelitian, data memiliki kedudukan yang sangat penting, oleh karena itu instrument untuk mencari data hendaknya memenuhi persyaratan yang melalui uji validitas dan uji reliabilitas angket.
Adapun untuk uji validitas instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment, yaitu (Suharsimi Arikunto: 1996):
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara x dan y
N = Jumlah subyek penelitian
X = Skor tiap item
Y = Jumlah skor total
X2 = Jumlah kuadrat skor per item
Y2 = Kuadrat skor total
XY = Hasil kali antara X dan Y
Setelah melakukan uji validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan menggunakan M. Excell, didapatkan bahwa hasilnya terdapat pernyataan yang drop dengan jumlah 5 pernyataan dan vasil dengan jumlah 35 pernyataan, dengan koefisien relasi 0, 338.
2)   Reabilitas Instrumen
Perhitungan reliabilitas merupakan perhitungan terhadap ketetapan atau konsistensi dari angket dengan menggunakan rumus Alpha. Penggunaan rumus ini disesuaikan dengan teknik scoring yang dilakukan pada setiap item dalam instrumen. Rumus Alpha yang dimaksud adalah (Suharsimi Arikunto: 1996):

Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau
    banyaknya soal
 =  Jumlah varians butir
=   varians total
Setelah melakukan uji reliabiltas dengan menggunakan rumus alpha dengan menggunakan M. Excell, maka didapatkan hasil uji reliabilitas yaitu t hitung dengan 1, 00, dan rtabel dengan taraf signifikansi a= 0.05 adalah 0,75. Karena r hitung lebih besar daripada r tabel (rhitung> rtabel= 1 >0,754) maka instrumen ini memiliki reliabilitas sangat tinggi dengan demikian, angket ini dikatakan reliabel.






BAB IV
HASIL PENELITIAN

Salah satu lembaga yang menyelenggarakan pembinaan, dan pemberdayaan bagi para remaja yang putus sekolah, tidak mempunyai pekerjaan, dan juga memiliki masalah sosial adalah lembaga Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur yang merupakan satuan tugas dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. PSBR ini didirikan pada tahun 1974 dan sudah menghasilkan angkatan sebanyak 72 angkatan.
Di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya yaitu membina dan memberdayakan para remaja tersebut, maka PSBR memiliki berbagai program atau kegiatan yang  diperuntukan bagi para remaja tersebut. Adapun kegiatan atau program tersebut yaitu bimbingan sosial (remaja dan permasalahan, kewirausahaan, etika sosial, melamar pekerjaan, komunikasi antar relasi, kepemimpinan, perubahan perilaku, kesehatan reproduksi, bimbingan hidup bermasyarakat), bimbingan fisik (olahraga: futsal, voli, dll), bimbingan spiritual (agama), dan keterampilan (las, elektro, bengkel, menjahit, dan salon).
Upaya-upaya tersebut terus dilakukan oleh pihak PSBR untuk merubah kehidupan sosialnya menjadi lebih baik salah satunya memiliki perilaku disiplin, kemudian supaya para remaja memiliki keterampian yang dapat di gunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupannya, dan juga memiliki akhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Namun dalam prosesnya, masih saja terdapat para remaja yang melakukan berbagai macam tindakan indisipliner atau perilaku tidak disiplin. Beberapa tindakan indispliner yang dilakukan oleh para remaja yaitu mencuri, meminum autan sebagai sarana untuk mabuk, pacaran, dan merokok.
Para remaja yang melakukan tindakan indisipliner atau perilaku disiplin, langsung diberikan tindakan pembinaan khusus oleh pihak PSBR. Adapun pembinaan yang dilakukan yaitu melalui Case Conference (konferensi kasus). Dimana remaja yang bermasalah di panggil oleh staff PSBR yang jumlahnya labih dari 5 orang.
Dari berbagai masalah para remaja yang dilakukan di PSBR, masih terdapat masalah/ tindakan indisipliner yang sulit untuk diselesaikan yaitu mengenai merokok di waktu dan tempat yang dilarang oleh PSBR. Dari hasil identifikasi masalah yang dilakukan oleh peneliti, para remaja yang sudah mendapatkan pembinaan melalui Case Conference (konferensi kasus) merasa bahwa mereka merasa sangat tertekan pada saat proses kegiatan tersebut. Sehingga tidak dapat merubah pola pikir dan kemauan para remaja di dalam berprilaku disiplin khususnya merokok.
Fakta tentang permasalahan di atas mendorong peneliti untuk menemukan suatu alternatif solusi, yaitu perlu adanya suatu model pembinaan yang dapat membina remaja yang berprilaku tidak disiplin khususnya merokok. Melalui model pembinaan ini, para remaja akan memiliki motivasi yang tinggi di dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya merokok.
Adapun model pembinaan yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu bimbingan kelompok dengan teknik peer group sebagai alternatif solusi bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya perilaku disiplin merokok. Sebagaimana yang dipaparkan di atas, penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini didasarkan pada asumsi bahawa tidak berubahnya perilaku remaja yang melakukan tindakan perilaku tidak disiplin merokok melalui Case Conference (konferensi kasus).
Tingkat keberhasilan perlakuan yang diterapkan oleh peneliti pada remaja yang melakukan perilaku tidak disiplin di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur melalui Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Peer group diukur melalui empat jenis instrumen, yaitu tes hasil belajar (pre test dan post tes), angket, observasi,. Berdasarkan perlakuan yang telah diberikan oleh peneliti, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut.
1.       Hasil Belajar (pre tes dan post tes)
Pengumpulan data pada hasil belajar merupakan upaya untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman remaja atau peserta didik pada ranah kognitif atau secara teoritis. Adapun pengetahuan remaja/ peserta didik yag diukur melalui tes ini yaitu meliputi materi (1) arti, fungsi dan manfaat perilaku disiplin, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku disiplin, (3) sikap saling menghargai satu sama lain, dan (4) arti komunikasi.
Hasil yang diperoleh melalui pemberian pre tes pada awal kegiatan bimbingan kelompok didapat rata-rata nilai pre tes yaitu 65, 14. Kemudian setelah diberikan perlakuan melalui bimbingan kelompok, kemudian remaja diberikan post tes dan didapatkan rata-rata dengan nilai 84, 66. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan dengan rata-rata sebesar 19, 52 atau 33, 23%.
Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok telah melebihi standar minimum yang ditetapkan yaitu sebesar 70. Dengan kata lain aplikasi teori dari pendidikan orang dewasa berlangsung dengan baik, dimana remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok mampu belajar secara mandiri sesuai dengan perencanaan yang mereka buat. 
2.       Angket/ Instrumen Efektivitas
Instrumen angket ini digunakan untuk mengukur tingkat ke efektivitasan dari kegiatan bimbingan kelompok yang telah diberikan kepada para remaja yang memiliki perilaku tidak disiplin merokok sebanyak 7 orang. Angket ini dibagi menjadi beberapa dimensi, yaitu fasilitator dan nasrasumber, sarana penunjang, konten materi, dan hasil pembelajaran.
Adapun data angket yang diperoleh menunjukan bahwa:
a.    Dimensi Fasilitator dan Narasumber
Pada dimensi aktivitas fasilitator, peneliti membagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk kedalam kategori efektif.
b.    Sarana Penunjang
Pada dimensi sarana penunjang peneliti membagi menjadi 3 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi sarana penunjang termasuk kedalam kategori efektif.
c.    Konten Materi
Pada dimensi konten materi peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi konten materi termasuk kedalam kategori efektif.
d.   Hasil Pembelajaran
Pada dimensi hasil pembelajaran peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi hasil pembelajaran termasuk kedalam kategori efektif.
3.       Unjuk Sikap
Dari data hasil unjuk sikap yang sudah dipaparkan, dapat di simpulkan bahwa perilaku tidak disiplin para remaja yang bermasalah perlahan-lahan sudah berubah, meskipun dari sikap yang diharapkan tidak sepenuhnya remaja dapat berubah secara langsung. Apalagi apabila remaja tersebut sudah masuk ke dalam kategori perokok berat, maka perlu upaya ekstra untuk membuat remaja tersebut supaya mau memperbaiki perilaku merokoknya supaya menjadi lebih disiplin.
Selain sudah perlahan-lahan merubah perilaku tidak disiplin merokoknya, para remaja pun perlahan-lahan sudah mau menegur teman yang merokok sembarangan. Selain itu remaja pun sudah mampu berkomunikasi dan mengajark serta mau membantu  teman yang mau merubahan kebiasaan merokok sembarangannya yang melanggar peraturan/ tata tertib yang terdapat di PSBR.
4.       Lembar Observasi
Instrumen observasi ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari kegiatan bimbingan kelompok yang diberikan kepada para remaja. Lembar observasi ini di nilai oleh observer yang merupakan perwakilan dari lembaga Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta timur.
Adapun data angket yang diperoleh menunjukan bahwa:
a.    Aktivitas Fasilitator
Efektivitas fasilitator dan narasumber terbagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Pada data mengindikasikan bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk kategori sangat efektif.
b.    Aktivitas Peserta Didik
Dimensi hasil pembelajaran terbagi menjadi menjadi dua indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa Data tersebut mengindikasikan bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan dimensi hasil pembelajaran termasuk kategori sangat efektif.
c.    Media Bimbingan Kelompok
Pada dimensi konten media bimbingan kelompok terbagi menjadi dua indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan bahwa dimensi media bimbingan kelompok termasuk kategori sangat efektif.
d.   Materi Bimbingan Kelompok
Efektivitas penggunaan media terbagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa Data tersebut mengindikasikan bahwa observer (Yuster Saragih, SH dan Dwi Ana Sofiyanti, M. Si) menyatakan bahwa dimensi materi bimbingan kelompok termasuk kedalam kategori sangat efektif.



BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang didapat peneliti di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok.
B.   Implikasi
Implikasi positif dari pelaksanaan penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group adalah membantu peserta pendampiingan dalam upaya peningkatan sikap khususnya sikap perilaku disiplin merokok.
Implikasi negatif pada pelaksanaan penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini ialah belum sepenuhnya para remaja memahami konsep strategi penerapan model bimbingan kelompok, sehingga ada peserta didik yang belum maksimal menyadari pentingnya berprilaku disiplin khususnya merokok.
C.  Saran
Adapun saran-saran yang dapat dijadikan sebagai upaya perbaikan dalam penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group adalah sebagai berikut.
Bagi Peserta didik
Perlunya koordinasi antara remaja yang menjadi binaan dengan fasilitator untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang optimal, sehingga mampu meminimalisir kekurangan yang terjadi selama pembelajaran.
Bagi Fasilitator
Fasilitator perlu untuk memandang remaja bimbingan sebagai subyek belajar, sehingga hasil belajar yang diperoleh bimbingan  akan lebih variatif. Hal ini disebabkan remaja yang mengikuti bimbingan akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan memiliki kebebasan untuk memilih materi apa yang ingin ia pahami terlebih dahulu.
Bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Mengingat Pendidikan Luar Sekolah berbasis pada masyarakat, maka perlu dirancang suatu desain pembelajaran serupa yang mampu menjawab kebutuhan belajar masyarakat. 
Bagi Panti Sosial Bina Remaja
Panti Sosial Bina Remaja dapat menerapkan pembinaan bagi remaja bermasalah atau yang melakukan berbagai macam perilaku tidak disiplin sebagai alternatif dengan menggunakan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial RI. 2009. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Pusdatin.
Gunarsa. 1989. Psikologi Perkembangan: Peserta dan Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.
Mulyatiningsih, Rudi. 2004. Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar, dan Karier: Petunjuk Praktis Diri Sendiri untuk Siswa SMP dan SMU. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kamil, Mustofa. 2009. Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui PKBM Di Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Nasution, Indri Kemala. 2007. Perilaku Merokok Pada Remaja. Medan: Universitas Negeri Sumatera.
Notoadmojo, Soekidjo. 1984. Pengantar Pendidikan Masyarakat. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Pendidikan Luar Sekolah. 2009. Orientasi Profesi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
Prayitno. 1995. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta, Rineka Cipta.
Prijodarminto, Soegeng. 1993. Disiplin Kiat Menjadi Sukses. Jakarta: Pradnya Paramita.
Romlah, Tatiek. 1989. Panduan Pengajar Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Jakarta: P2PLTK.
Salim, Peter dan Yenyy Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern Englisgh Press.
Santosa, Slamet. 1993. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sarlito. 1983. Panti Asuhan Bukan Sekedar Tempat Penampungan. Jakarta: SP.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudjana, H.D. 2004. Pendidikan Non Formal. Bandung: Falah Production.
Sunaryo. 2004. Psiologi Untuk Perawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Supriatna. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surya, Moh. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: PPB-IKIP Bandung.
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku Remaja. Jakarta: Grasindo.
Undang-Undang Sisdiknas No 23 Tahun 2003.
Winkel, W. S. 2009. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Media Abadi.
Yohannes. 1997. Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak. Jakarta: Departemen Sosial RI.
Yusuf, Syamsu. 2001. Psokologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rosda.
Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar