RINGKASAN
PROGRAM PENGEMBANGAN LIFESKILL
MELALUI PEMANFAATAN KULIT PADI DALAM BUDIDAYA
JAMUR TIRAM DI DESA SUKARESMI – SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR
Dr. Elais Retnowati, M. Si
Arief Rachman,
S. Pd
Sukaresmi adalah salah
satu desa yang terletak di Kecamatan Sukamakmur kabupaten Bogor. Sukamakmur
merupakan satu kecamatan yang dimekarkan dari kecamatan Jonggol. Pemekaran
kecamatan ini dilatarbelakangi oleh ketertinggalan masyarakat termasuk dalam
hal ini tertinggal secara ekonomi, dan pendidikan dan terpencil dari akses
fasilitas umum. Sukamakmur pada tahun 2002 – 2007 termasuk dalam kategori
daerah tertinggal dengan indeks pembangunan berada pada urutan yang terakhir
untuk kabupaten Bogor. Kondisi yang demikian membawa dampak kepada pendidikan
masyarakat, angka jumlah warga buta huruf termasuk yang terbesar di kabupaten
Bogor. Pada tahun 2005 s.d 2008 Kecamatan Sukamakmur menjadi salah satu lab
site binaan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta pada
pendidikan Keaksaraan Fungsional.
Warga belajar
keaksaraan setelah memiliki kemampuan baca tulis dan berhitung selanjutnya
perlu diberi binaan dalam bentuk keterampilan berusaha. Keterampilan usaha
(lifeskill) ini perlu diperkenalkan kepada para warga belajar keaksaraan, sebab
mereka memiliki waktu luang yang cukup banyak, bahan untuk budidaya jamur juga
tersedia melimpah disekitar tempat tinggal mereka. Keterampilan ini juga sesuai
dengan kondisi sosial mereka yaitu petani. Melalui kegiatan keterampilan usaha
ini warga belajar dapat terus secara bersama belajar meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya juga menambah penghasilan mereka.
Latar belakang sosial
ekonomi keluarga para warga belajar keaksaraan sama yaitu petani dengan
pengetahuan dan keterampilan bertani yang minim sehingga masuk dalam kategori
masyarakat miskin. Disekitar tempat tinggal masyarakat adalah sawah, dengan
tumpukan kulit padi sisa panen. Tidak ada upaya tertentu dari warga masyarakat
untuk memanfaatkan kulit padi ini untuk menambah penghasilan mereka. Meskipun
secara umum manfaat dari kulit padi ini dapat dimanfaatkan antara lain sebagai
media pembuatan kompos atau media tanam tumbuh-tumbuhan dalam pot; juga sebagai
media tanam jamur. Melihat potensi yang ada terlihat peluang untuk memanfaatkan
limbah panen berupa kulit padi sebagai media budidaya jamur tiram.
Oleh karena itu, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, mengadakan sebuah kegiatan pelatihan Program Pengembangan Lifeskill Melalui Pemanfaatan Kulit Padi Dalam Budidaya Jamur Tiram Di Desa
Sukaresmi – Sukamakmur Kabupaten Bogor, dalam bentuk pemberian materi pelatihan tentang
budidaya jamur, dan juga memberikan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan
dalam proses budidaya jamur.
Metode kegiatan yang dipilih adalah
praktek langsung, dibarengi dengan penjelasan, karena budidaya jamur merupakan
keterampilan yang tidak dapat dipelajari dengan membaca saja. Akan lebih
efektif dan mudah jika langsung dipraktekkan.
Pelatihan ini
memberikan rasa puas bagi peserta karena dengan berdialog berpraktek langsung
dengan dibimbing tenaga ahli membuat peserta menjadi antusias dan percaya akan
mampu melaksanakan budidaya jamur dengan baik. Hal ini dikarenakan para
instruktur bersedia untuk memberikan masukan jika dalam pelaksanaan budidaya
mengalami hambatan. Setelah selesai pelatihan masyarakat yang menjadi peserta
pelatihan mulai melaksanakan budidaya jamur dengan menyiapkan lahan
pembudidayaan dengan membangun tubung. Untuk tahap awal mereka membeli bibit
jamur dari Trubus, sedang media tanamnya mereka olah dengan memanfaat serbuk
gergaji dan kulit padi yang tersedia melimpah di Desa Sukaresmi.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Analisis Situasi
Sukaresmi adalah salah satu desa yang
terletak di Kecamatan Sukamakmur kabupaten Bogor. Sukamakmur merupakan satu
kecamatan yang dimekarkan dari kecamatan Jonggol. Pemekaran kecamatan ini
dilatarbelakangi oleh ketertinggalan masyarakat termasuk dalam hal ini
tertinggal secara ekonomi, dan pendidikan dan terpencil dari akses fasilitas
umum. Sukamakmur pada tahun 2002 – 2007 termasuk dalam kategori daerah
tertinggal dengan indeks pembangunan berada pada urutan yang terakhir untuk
kabupaten Bogor. Kondisi yang demikian membawa dampak kepada pendidikan
masyarakat, angka jumlah warga buta huruf termasuk yang terbesar di kabupaten
Bogor. Pada tahun 2005 s.d 2008 Kecamatan Sukamakmur menjadi salah satu lab
site binaan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta pada
pendidikan Keaksaraan Fungsional.
Latar belakang sosial ekonomi keluarga para
warga belajar keaksaraan sama yaitu petani dengan pengetahuan dan keterampilan
bertani yang minim sehingga masuk dalam kategori masyarakat miskin. Di sekitar tempat tinggal masyarakat
adalah sawah, dengan tumpukan kulit padi sisa panen. Tidak ada upaya tertentu
dari warga masyarakat untuk memanfaatkan kulit padi ini untuk menambah
penghasilan mereka. Meskipun secara umum manfaat dari kulit padi ini dapat
dimanfaatkan antara lain sebagai media pembuatan kompos atau media tanam
tumbuh-tumbuhan dalam pot; juga sebagai media tanam jamur. Melihat potensi yang
ada terlihat peluang untuk memanfaatkan limbah panen berupa kulit padi sebagai
media budidaya jamur tiram.
Warga belajar keaksaraan setelah
memiliki kemampuan baca tulis dan berhitung selanjutnya perlu diberi binaan
dalam bentuk keterampilan berusaha. Keterampilan usaha (lifeskill) ini perlu
diperkenalkan kepada para warga belajar keaksaraan, sebab mereka memiliki waktu
luang yang cukup banyak, bahan untuk budidaya jamur juga tersedia melimpah di sekitar tempat tinggal mereka.
Keterampilan ini juga sesuai dengan kondisi sosial mereka yaitu petani. Melalui
kegiatan keterampilan usaha ini warga belajar dapat terus secara bersama
belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya juga menambah penghasilan
mereka.
Jamur tiram merupakan suatu komoditi
agribisnis yang baik pangsa pasarnya. Minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamur
semakin tinggi, sebab jamur ini enak dan dapat dijadikan sebagai bahan pokok
pengganti makanan hewani bagi para vegetarian. Jamur tiram dapat dioleh menjadi
berbagai aneka makanan, dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat.
Dipilihnya budidaya jamur tiram bagi
warga Desa Sukaresmi sebagai pengembangan lifeskill masyarakat karena potensi sumber daya alam pada umumnya hingga
saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal, dalam hal memberikan
dukungan terhadap pengembangan masyarakat disekitar mereka. Budidaya jamur juga sesuai dengan lingkungan
pedesaan. Tersedianya lahan yang luas sebagai tempat pendirian tubung (rumah
jamur) serta tersedianya berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan tubung menjadi salah satu kriteria pokok Sukaresmi layak untuk
mengembangkan jamur tiram.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas maka perumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah : Apakah
belajar keterampilan budidaya jamur tiram dapat meningkatkan ekonomi warga
belajar keaksaraan di Sukaresmi?
C. Tujuan
Kegiatan
1. Tujuan Umum
Membentuk
kemandirian warga belajar keaksaraan fungional agar menciptakan kemandirian dalam
meningkatkan pendapatan keluarga.
2. Tujuan Khusus
Tujuan
dari pemberian keterampilan budidaya jamur adalah untuk memberikan bekal
tambahan pengetahuan yang dapat dijadikan usaha (mata pencaharian) keluarga,
karena jamur memiliki nilai jual tinggi dan tingkat permintaan pasar yang
tinggi.
D. Manfaat Kegiatan
Meningkatkan
pendapatan keluarga para warga belajar keaksaraan pada khususnya dan masyarakat
Sukaresmi dan Sukamakmur pada umumnya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pelatihan
menurut Edwin B. Flippo yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan adalah
suatu usaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan keahlian seorang tenaga kerja (karyawan) untuk mengerjakan
suatu pekerjaan tertentu.[1]
Sedang menurut Andrew F Sikula yang
dikutip oleh Malayu, pelatihan diartikan sebagai “proses pendidikan jangka
pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga
tenaga kerja belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk
tujuan tertentu.”[2]
Dengan
demikian pelatihan lebih dimaksudkan
merupakan peningkatan ketrampilan seseorang untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan tertentu dengan waktu yang relatif singkat, terorganisir dan
sistematis untuk merubah kemampuan seseorang.
Budidaya
jamur dalam program pendidikan dapat dimasukan sebagai salah satu bentuk
keterampilan kecakapan hidup (life skill).
Keterampilan kecakapan hidup mengacu pada konsep Board Based Education
merupakan bentuk pendidikan berbasis kebutuhan masyarakat luas. Program
pendidikan keterampilan hidup merupakan penerapan pendidikan luar sekolah dalam
konteks penguatan sistem penyelenggaraan pendidikan luar sekolah berbasis Desa
Sukaresmi.
Pendidikan
berbasis luas terdiri dari tiga aspek orientasi penyiapan yakni, mendasar, kuat
dan lebih luas. Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan kemampuan
kepada warga belajar untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan
kondisi potensi dan peluang yang ada dilingkungannya.[3]
Dalam hal ini sumber dan potensi lingkungan dapat dimanfaatkan dan
didayagunakan secara optimal oleh warga belajar untuk kebutuhan belajarnya
maupun usahanya dalam mencari nafkah.
Tujuan
pendididikan dengan orientasi keterampilan hidup (life
skill) yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah dan pemuda
adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap warga belajar
dibidang tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga mereka memiliki
bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak
guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lingkup dari program ketrampilan hidup (Life skill) adalah memberi
kepada seseorang bekal pengetahuan, ketrampilan dan kemapuan fungsional praktis
serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan
kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesejahteraannya.[4]
Kemampuan
warga belajar yang telah memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan untuk
membuka usaha atau berusaha secara mandiri disebut dengan kemampuan
berwirausaha atau wiraswasta. Wiraswasta berasal dari bahasa sansekerta yang
terdiri dari kata Wira, Swa dan Sta. Wira berarti utama, berani, gagah, luhur dan teladan. Swa, berarti sendiri. Sta
berarti berdiri. Jadi wiraswasta berarti berani berdiri sendiri. Terutama
adalah keberanian untuk berusaha memecahkan masalah hidup dengan kekuatan
sendiri.[5]
Kewiraswastaan
secara luas didefenisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda dengan
menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko, psikologi dan
sosial yang menyertainya, serta balas jasa dan kepuasan pribadi. [6]
Pendapat lain mengatakan wiraswasta adalah suatu tindakan kemandirian dalam
segala hal bidang usaha yang didalamnya terdapat prinsip ekonomi dan di luar
campur tangan pemerintah.[7]
Life
skills adalah pengetahuan dan sikap yang diperlukan
seseorang untuk bisa hidup bermasyarakat. Life skills memiliki makna
yang lebih luas dari employability skills dan vocational skills. Keduanya
merupakan bagian dari program life skills. Brollin (1989) menjelaskan bahwa “life skills
constitute acontinuum of knowledge and aptitudes that are necessary for a
person to functioneffectively and to avoid interruption of employment
experience”. Dengan demikian life skills dapat dijelaskan sebagai
kecakapan untuk hidup. Pengertian hidup di sini, tidak semata-mata memiliki
kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki
kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis,
menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah,mengelola sumber-sumber daya,
bekerja dalam tim atau kelompok, terus belajar di tempat bekerja, mempergunakan
teknologi, dan sebagainya (Djatmiko, 2004).[8]
Pengertian yang dipandang cukup mewakili adalah Life skills are skills that
enable a person to cope with the stresses and challengers of life (Satori,
2003:2).[9] Life
skills atau kecakapan hidup dalam pengertian ini mengacu pada berbagai
ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan
sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat .
Life skills areskills that enable a person to cope
with the stresses and challengers of life (Satori, 2003:2).[10] Life
skills atau kecakapan hidup dalam pengertian ini mengacu pada berbagai
ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan
sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Life skills merupakan
kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berfikir yang
kompleks, kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan membangun kerjasama,
melaksanakan peran sebagai warga Negara yang bertanggung jawab, memiliki
kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk
terjun ke dunia kerja. Oleh karenanya, cakupan life skills amat luas
seperti: communication skills, decision making skills, resources and time
management skills, and planning skills. Pengembangan program life skills
pada umumnya bersumber pada kajian bidang-bidang berikut:
(1) The world of work,
(2) Practical Living Skills,
(3) personal Growth andManagement, and
(4) Social Skills.
Life
Skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat,
kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan bekerja sama, menjadi warga
negara yang bertanggung jawab, memiliki kecakapan untuk bekerja, memiliki
karakter, dan cara-cara berfikir analitis dan logis. Pengembangan program life skills pada
umumnya bersumber pada kajian bidang: dunia kerja (the world of work), keterampilan
hidup praktis (practical living skills), pengelolaan dan pertumbuhan SDM
(personal growth and management), dan keterampilan sosial (social
skills). Pelaksanaan program life skills ini menuntut pemahaman
profesional, sehingga dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan.
Salah
satu pendekatan untuk memposisikan peran pendidikan nonformal, khususnya
program keaksaraan untuk mandiri adalah melihat peran program tersebut untuk
menolong individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam menjawab permasalahan
yang perlu dipecahkan.
Pendidikan
non formal perlu mengembangkan alternatif layanan program pendidikan yang mampu
memberikan keterampilan untuk hidup (lifeskills)
bagi peserta didiknya. Mereka yang tidak dapat melanjutkan pendidikan perlu
didukung kebijakan yang berbasis pada masyarakat. Orientasi adalah pada
kecakapan untuk hidup (Broad- Based Education).
Pendidikan dengan orientasi ini tidak mengubah sistem pendidikan, juga tidak
mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Pendidikan yang berorientasi
pada keterampilan hidup justru memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk
meningkatkan potensinya. Pendidikan tersebut bahkan memberikan peluang pada
anak untuk memperoleh bekal keterampilan. Dalam hal ini, lifeskills memiliki makna yang lebih luas dari employability skills dan vocational
skills. Keduanya merupakan bagian dari program life skills dan tidak
semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational
job).[11]
Prof Muchtar
Buchori[12],
tokoh pendidikan, mengatakan bahwa pendidikan nonformal, menurut pendapatnya,
sangat efektif untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan yang melilit bangsa
Indonesia, antara lain, besarnya angka pengangguran akibat kurang terampil.
Salah satu langkah yang amat penting dalam mewujudkan masyarakat terdidik dan
sejahtera dalam bidang pendidikan nonformal, program pendidikan lifeskills. Lifeskills ini pun menjadi primadona bagi PLS, karena menjadi
tujuan utama pendidikan nonformal untuk meningkatkan kecakapan hidup
masyarakat.
Program ini
bertujuan meningkatkan keterampilan dan kecakapan hidup peserta didik, sehingga
lulusannya menjadi tenaga terampil atau mampu berusaha mandiri. Kemandirian itu
berbasis potensi unggulan daerah baik yang berspektrum pedesaan maupun
perkotaan, serta berorientasi pada pasar lokal, nasional, dan global.Dengan
demikian, katanya, kualitas, produktivitas dan pendapatan masyarakat kelompok
sasaran baik di pedesaan maupun di perkotaan semakin meningkat.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus)
adalah jamur
pangan dari kelompok Basidiomycota
dan termasuk kelas Homobasidiomycetes
dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya
berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram
dengan bagian tengah agak cekung. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus
eryngii dan sering dikenal dengan sebutan King
Oyster Mushroom. Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang
tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling
bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon
yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu.
Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat
yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Media yang umum dipakai untuk
membiakkan jamut tiram adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari
penggergajian kayu dan kulit padi.
Di alam bebas,
jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah
yang sejuk Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang
sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram
adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur
ini, substrat
yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Dalam budidaya jamur tiram
dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau
sekam (kulit padi). Hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram
adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk
substrat tanam dan sumber bibit. Miselium
dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30 °C. Jamur
tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya
jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media
tanam campuran serbuk gergaji dan campuran lainnya yang telah steril dan dikemas dalam kantung plastik.
Jamur ini sangat populer saat ini. Teksturnya lembut, penampilannya menarik,
dan cita rasanya relatif netral sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai
masakan. Budidayanya juga relatif mudah dan murah hingga sangat potensial
dikomersialkan.
BAB III
MATERI
DAN METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah
Melihat
minat masyarakat yang tidak beruntung dalam mendapatkan layanan pendidikan
formal maupun kursus-kursus dengan biaya besar untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya dengan belajar dan mengikuti kegiatan yang diselengarakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat terutama
kegiatan yang bersifat life skill maka perlu dilakukan suatu bentuk kegiatan
pelatihan budidaya jamur tiram bagi para warga belajar di Desa Sukaresmi.
Pemilihan bidang budidaya jamur atas pertimbangan kemungkinannya yang sangat
besar untuk menjadi bidang usaha mandiri. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan hidup pada warga masyarakat peserta keaksaraan berarti turut
mendorong suksesnya program pemandirian warga keaksaraan. Usaha rumahan adalah
usaha yang dilakukan di rumah dengan modal usaha yang kecil. Usaha mandiri
skala kecil ini juga dapat dilakukan selain oleh warga belajar juga dapat
melibatkan warga sekitarnya. Dengan demikian usaha ini dapat menyediakan
lapangan kerja baru.
Hasil
dari pelatihan ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat umumnya dan pemuda
warga belajar di Desa Sukaresmi
khususnya.
B. Realisasi Pemecahan masalah
Melihat
minat masyarakat yang tidak beruntung dalam mendapatkan layanan pendidikan
formal maupun kursus-kursus dengan biaya besar untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya dengan belajar dan mengikuti kegiatan yang diselengarakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat terutama
kegiatan yang bersifat life skill maka perlu dilakukan suatu bentuk kegiatan
pelatihan budidaya jamur tiram bagi para warga belajar di Desa Sukaresmi.
Pemilihan bidang budidaya jamur atas pertimbangan kemungkinannya yang sangat
besar untuk menjadi bidang usaha mandiri. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan hidup pada warga masyarakat peserta keaksaraan berarti turut
mendorong suksesnya program pemandirian warga keaksaraan. Usaha rumahan adalah
usaha yang dilakukan di rumah dengan modal usaha yang kecil. Usaha mandiri
skala kecil ini juga dapat dilakukan selain oleh warga belajar juga dapat
melibatkan warga sekitarnya. Dengan demikian usaha ini dapat menyediakan
lapangan kerja baru.
Hasil
dari pelatihan ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat umumnya dan pemuda
warga belajar di Desa Sukaresmi
khususnya.
C. Khalayak Sasaran Antara Yang Strategis.
Sasaran
pelatihan keterampilan budidaya jamur tiram adalah warga belajar keaksaraan.
Sebab warga belajar inilah yang menjadi binaan jurusan PLS UNJ di Sukaresmi.
Para warga belajar ini yang dapat dijadikan sasaran antara untuk kemudian
diharap dapat menularkan keahliannya kepada keluarganya. Karena usaha ini dapat
dijadikan usaha keluarga.
D. Metode Kegiatan
Metode
kegiatan yang dipilih adalah praktek langsung, dibarengi dengan penjelasan,
karena budidaya jamur merupakan keterampilan yang tidak dapat dipelajari dengan
membaca saja. Akan lebih efektif dan mudah jika langsung dipraktekkan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Kegiatan budidaya jamur tiram dengan
memanfaatkan kulit padi ini dilaksanakan pada minggu kedua dan ketiga bulan
juli 2011, dengan materi pelatihan budidaya jamur tiram ini antara lain adalah
:
a.
Pemilihan bahan dan alat
b. Penyiapan
tempat
c.
Cara penanaman benih
d. Cara
pemanenan
e.
Perhitungan biaya
Pemilihan kegiatan ini didasarkan atas banyaknya
sisa hasil panen berupa kulit padi yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanam
jamur tiram, selain pangsa pasar yang cukup besar terhadap jamur tiram.
Narasumber kegiatan ini adalah pelatih dari trubus
di kebun bibit Mekarsari Kab. Bogor. Peserta dibimbing cara pembudidayaan di
kebun bibit ini selama 3 hari dengan melihat langsung cara pembudidayaan di
lokasi pembudidayaan jamur di Trubus. Pelatihan ini memberikan kompetensi sbb :
1. menjelaskan
bahan-bahan yang diperlukan dalam praktek budidaya jamur tiram.
2. Menyiapkan
bahan sesuai dengan kebutuhan.
3. Menjelaskan
alat-alat yang diperlukan dalam proses budidaya jamur.
4. Menjelaskan
langkah-langkah proses menanam benih jamur tiram.
5. Menyiapkan
tempat budidaya jamur.
6. Melakukan
proses sterilisasi media tanam jamur tiram.
7. Melakukan
proses penanaman bibit jamur
8. Mempraktekkan
pemanenan jamur dengan benar.
Dengan
demikian indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah :
1. Peserta
dapat menguasai 8 kompetensi yang telah ditentukan di atas.
2. Kegiatan
dapat dilaksanakan tepat pada waktunya.
3. Peserta
dapat menjadikan jamur tiram sebagai produk untuk berwirausaha atau menambah
gizi keluarga
Pelatihan ini memberikan rasa puas bagi
peserta karena dengan berdialog berpraktek langsung dengan dibimbing tenaga
ahli membuat peserta menjadi antusias dan percaya akan mampu melaksanakan
budidaya jamur dengan baik. Hal ini dikarenakan para instruktur bersedia untuk
memberikan masukan jika dalam pelaksanaan budidaya mengalami hambatan. Setelah
selesai pelatihan masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mulai melaksanakan
budidaya jamur dengan menyiapkan lahan pembudidayaan dengan membangun tubung.
Untuk tahap awal mereka membeli bibit jamur dari Trubus, sedang media tanamnya
mereka olah dengan memanfaat serbuk gergaji dan kulit padi yang tersedia
melimpah di Desa Sukaresmi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan kegiatan lifeskill budi daya jamur adalah:
1. Jika ada
usaha yang sungguh-sungguh dari masyarakat untuk mau memanfaatkan potensi alam
yang ada dengan modal yang kecil ternyata dapat dirintis usatu usaha berprosfek
keuntungan yang menjanjikan
2. Masyarakat
perlu mendapat bimbingan dan perhatian yang serius dari pihak terkait
diantaranya para penyuluh pertanian lapangan.
3. Masyarakat
perlu dibimbing oleh tenaga pendidikan non formal dalam hal ini pamong belajar
dan penilik PLS di kecamatan.
4. Masyarakat perlu disadarkan akan
pentingnya memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia sebagai modal usaha potensial.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan maka disarankan
kepada beberapa pihak diantaranya adalah:
1. Camat
Sukamakmur agar mendorong aparat penyuluh lapangan pertanian agar lebih giat
lagi menggerakan masyarakat dalam mengembangkan usaha-usaha pertanian berbasis
potensi lokal.
2. Pamong
belajar dari SKB Kab. Bogor, para Tutor dan Penilik PLS agar selalu
mengembangkan program pembelajaran bagi masyarakat Desa Sukaresmi, khususnya
program-program yang berbasis lifeskill.
3. Tutor
dan Penilik terus menerus mengembangkan program pembelajaran Keaksaraan Usaha
Mandiri yang fungsional agar dapat menjadikan masyarakat Desa Sukaresmi
meningkat pengetahuan dan perekonomiannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Asia
pasific For Cultural Centre (ACCU) for UNESCO bekerjasama dengan Direktorat
Pendidikan Masyarakat (2004), Bertanam
Jamur Tiram, Jakarta: Departemen pendidikan Nasional.
Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen PLSP, (2002), Pengelola
Program PLS Berbasis PKBM, Jawa barat : Balai Pengembangan Kegiatan
Belajar.
Edi
Suharyanto, (2010), Bertanam Jamur Tiram
di Lahan Sempit, Jakarta : Agro Media.
Hasibuan.
S.P. Malayu,(2001), Management Sumber
Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara
Isnaen Wiardani, (2009), Budi Daya Jamur konsumsi, Yogyakarta:
Andi.
Djatmiko, Yayat,
H. (2004). Kumpulan Perkuliahan Ekonomi Pendidikan S3. Bandung: UPI
Prodi: Administrasi Pendidikan.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (1990), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : Balai
Pustaka.
Laksono,
(1988), Sukses Berwiraswasta, Jakarta : CV. Bintang Pelajar.
Masykur
wiratmo, (1996), Pengantar Kewiraswastaan
,Yogyakarta : BPFE.
Satori, Djam’an
dan Udin, S. Saud. (2003). Implementasi Program “Life Skills” dan “Broad –
Based Education” Sebagai Strategi eningkatan MutuPendidikan Dasar dan Menengah.
Bandung: Jurnal Adpen UPI.
Sri
Sumarsih, (2010), Untung Besar Usaha
Bibit Jamur Tiram, Depok: Penerbit Swadaya.
Warisno,
(2010), Menabur Jamur Menuai Rupiah,
Jakarta: Gramedia.
http://www.pls.depdiknas.go.id/?pancadewa=artikel&par1=20070816074013&id=20070816074013


![]() |
![]() |
|||
![]() |
||||
![]() |
||||
![]() |
![]() |
[1] Hasibuan. S.P. Malayu, Management Sumber Daya Manusia, (
Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 70.
[2] Ibid. Hal 70.
[3]
Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLSP, Pengelola
Program PLS Berbasis PKBM, (Jawa
barat : Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, 2002), hlm. 15.
[4]
Ibid. Hal. 5
[5]
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka) hlm.
[6]
Masykur wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan
(Yogyakarta : BPFE, 1996), hlm. 2
[7]
Laksono, Sukses Berwiraswasta,
(Jakarta : CV. Bintang Pelajar, 1988), hlm. 10.
[8] Djatmiko,
Yayat, H., Kumpulan Perkuliahan Ekonomi Pendidikan S3. (Bandung: UPI
Prodi: Administrasi Pendidikan 2004). hlm 3
[9]
Satori, Djam’an dan Udin, S. Saud, Implementasi Program “Life Skills” dan
“Broad – Based Education” Sebagai Strategi eningkatan MutuPendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung: Jurnal Adpen UPI 2003) hlm. 2
[10]
Ibid hal. 2
[12]
http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=4038
Tidak ada komentar:
Posting Komentar