Minggu, 26 Mei 2013

PROGRAM PENGEMBANGAN LIFESKILL MELALUI PEMANFAATAN KULIT PADI DALAM BUDIDAYA JAMUR TIRAM DI DESA SUKARESMI – SUKAMAKMUR


RINGKASAN
PROGRAM PENGEMBANGAN LIFESKILL MELALUI PEMANFAATAN KULIT PADI DALAM BUDIDAYA JAMUR TIRAM DI  DESA SUKARESMI – SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR
Dr. Elais Retnowati, M. Si
Arief Rachman, S. Pd
Sukaresmi adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukamakmur kabupaten Bogor. Sukamakmur merupakan satu kecamatan yang dimekarkan dari kecamatan Jonggol. Pemekaran kecamatan ini dilatarbelakangi oleh ketertinggalan masyarakat termasuk dalam hal ini tertinggal secara ekonomi, dan pendidikan dan terpencil dari akses fasilitas umum. Sukamakmur pada tahun 2002 – 2007 termasuk dalam kategori daerah tertinggal dengan indeks pembangunan berada pada urutan yang terakhir untuk kabupaten Bogor. Kondisi yang demikian membawa dampak kepada pendidikan masyarakat, angka jumlah warga buta huruf termasuk yang terbesar di kabupaten Bogor. Pada tahun 2005 s.d 2008 Kecamatan Sukamakmur menjadi salah satu lab site binaan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta pada pendidikan Keaksaraan Fungsional.
Warga belajar keaksaraan setelah memiliki kemampuan baca tulis dan berhitung selanjutnya perlu diberi binaan dalam bentuk keterampilan berusaha. Keterampilan usaha (lifeskill) ini perlu diperkenalkan kepada para warga belajar keaksaraan, sebab mereka memiliki waktu luang yang cukup banyak, bahan untuk budidaya jamur juga tersedia melimpah disekitar tempat tinggal mereka. Keterampilan ini juga sesuai dengan kondisi sosial mereka yaitu petani. Melalui kegiatan keterampilan usaha ini warga belajar dapat terus secara bersama belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya juga menambah penghasilan mereka.
Latar belakang sosial ekonomi keluarga para warga belajar keaksaraan sama yaitu petani dengan pengetahuan dan keterampilan bertani yang minim sehingga masuk dalam kategori masyarakat miskin. Disekitar tempat tinggal masyarakat adalah sawah, dengan tumpukan kulit padi sisa panen. Tidak ada upaya tertentu dari warga masyarakat untuk memanfaatkan kulit padi ini untuk menambah penghasilan mereka. Meskipun secara umum manfaat dari kulit padi ini dapat dimanfaatkan antara lain sebagai media pembuatan kompos atau media tanam tumbuh-tumbuhan dalam pot; juga sebagai media tanam jamur. Melihat potensi yang ada terlihat peluang untuk memanfaatkan limbah panen berupa kulit padi sebagai media budidaya jamur tiram.
Oleh karena itu, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, mengadakan sebuah kegiatan pelatihan Program Pengembangan Lifeskill Melalui Pemanfaatan Kulit Padi Dalam Budidaya Jamur Tiram Di  Desa Sukaresmi – Sukamakmur Kabupaten Bogor, dalam bentuk pemberian materi pelatihan tentang budidaya jamur, dan juga memberikan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses budidaya jamur.
Metode kegiatan yang dipilih adalah praktek langsung, dibarengi dengan penjelasan, karena budidaya jamur merupakan keterampilan yang tidak dapat dipelajari dengan membaca saja. Akan lebih efektif dan mudah jika langsung dipraktekkan.
Pelatihan ini memberikan rasa puas bagi peserta karena dengan berdialog berpraktek langsung dengan dibimbing tenaga ahli membuat peserta menjadi antusias dan percaya akan mampu melaksanakan budidaya jamur dengan baik. Hal ini dikarenakan para instruktur bersedia untuk memberikan masukan jika dalam pelaksanaan budidaya mengalami hambatan. Setelah selesai pelatihan masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mulai melaksanakan budidaya jamur dengan menyiapkan lahan pembudidayaan dengan membangun tubung. Untuk tahap awal mereka membeli bibit jamur dari Trubus, sedang media tanamnya mereka olah dengan memanfaat serbuk gergaji dan kulit padi yang tersedia melimpah di Desa Sukaresmi.
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Analisis Situasi
Sukaresmi adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukamakmur kabupaten Bogor. Sukamakmur merupakan satu kecamatan yang dimekarkan dari kecamatan Jonggol. Pemekaran kecamatan ini dilatarbelakangi oleh ketertinggalan masyarakat termasuk dalam hal ini tertinggal secara ekonomi, dan pendidikan dan terpencil dari akses fasilitas umum. Sukamakmur pada tahun 2002 – 2007 termasuk dalam kategori daerah tertinggal dengan indeks pembangunan berada pada urutan yang terakhir untuk kabupaten Bogor. Kondisi yang demikian membawa dampak kepada pendidikan masyarakat, angka jumlah warga buta huruf termasuk yang terbesar di kabupaten Bogor. Pada tahun 2005 s.d 2008 Kecamatan Sukamakmur menjadi salah satu lab site binaan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta pada pendidikan Keaksaraan Fungsional.
Latar belakang sosial ekonomi keluarga para warga belajar keaksaraan sama yaitu petani dengan pengetahuan dan keterampilan bertani yang minim sehingga masuk dalam kategori masyarakat miskin. Di sekitar tempat tinggal masyarakat adalah sawah, dengan tumpukan kulit padi sisa panen. Tidak ada upaya tertentu dari warga masyarakat untuk memanfaatkan kulit padi ini untuk menambah penghasilan mereka. Meskipun secara umum manfaat dari kulit padi ini dapat dimanfaatkan antara lain sebagai media pembuatan kompos atau media tanam tumbuh-tumbuhan dalam pot; juga sebagai media tanam jamur. Melihat potensi yang ada terlihat peluang untuk memanfaatkan limbah panen berupa kulit padi sebagai media budidaya jamur tiram.
Warga belajar keaksaraan setelah memiliki kemampuan baca tulis dan berhitung selanjutnya perlu diberi binaan dalam bentuk keterampilan berusaha. Keterampilan usaha (lifeskill) ini perlu diperkenalkan kepada para warga belajar keaksaraan, sebab mereka memiliki waktu luang yang cukup banyak, bahan untuk budidaya jamur juga tersedia melimpah di sekitar tempat tinggal mereka. Keterampilan ini juga sesuai dengan kondisi sosial mereka yaitu petani. Melalui kegiatan keterampilan usaha ini warga belajar dapat terus secara bersama belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya juga menambah penghasilan mereka.
Jamur tiram merupakan suatu komoditi agribisnis yang baik pangsa pasarnya. Minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamur semakin tinggi, sebab jamur ini enak dan dapat dijadikan sebagai bahan pokok pengganti makanan hewani bagi para vegetarian. Jamur tiram dapat dioleh menjadi berbagai aneka makanan, dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat.
Dipilihnya budidaya jamur tiram bagi warga Desa Sukaresmi sebagai pengembangan lifeskill masyarakat karena  potensi sumber daya alam pada umumnya hingga saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal, dalam hal memberikan dukungan terhadap pengembangan masyarakat disekitar mereka.  Budidaya jamur juga sesuai dengan lingkungan pedesaan. Tersedianya lahan yang luas sebagai tempat pendirian tubung (rumah jamur) serta tersedianya berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tubung menjadi salah satu kriteria pokok Sukaresmi layak untuk mengembangkan jamur tiram.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah : Apakah belajar keterampilan budidaya jamur tiram dapat meningkatkan ekonomi warga belajar keaksaraan di Sukaresmi?



C.    Tujuan Kegiatan
1. Tujuan Umum
Membentuk kemandirian warga belajar keaksaraan fungional agar menciptakan kemandirian dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari pemberian keterampilan budidaya jamur adalah untuk memberikan bekal tambahan pengetahuan yang dapat dijadikan usaha (mata pencaharian) keluarga, karena jamur memiliki nilai jual tinggi dan tingkat permintaan pasar yang tinggi.
D.   Manfaat Kegiatan
Meningkatkan pendapatan keluarga para warga belajar keaksaraan pada khususnya dan masyarakat Sukaresmi dan Sukamakmur pada umumnya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan menurut Edwin B. Flippo yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan adalah suatu  usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian seorang tenaga kerja (karyawan) untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.[1] Sedang  menurut Andrew F Sikula yang dikutip oleh Malayu, pelatihan diartikan sebagai “proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan  tertentu.”[2]
Dengan demikian pelatihan lebih dimaksudkan  merupakan peningkatan ketrampilan seseorang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan tertentu dengan waktu yang relatif singkat, terorganisir dan sistematis untuk merubah kemampuan seseorang.
Budidaya jamur dalam program pendidikan dapat dimasukan sebagai salah satu bentuk keterampilan kecakapan hidup (life skill). Keterampilan kecakapan hidup mengacu pada konsep Board Based Education merupakan bentuk pendidikan berbasis kebutuhan masyarakat luas. Program pendidikan keterampilan hidup merupakan penerapan pendidikan luar sekolah dalam konteks penguatan sistem penyelenggaraan pendidikan luar sekolah berbasis Desa Sukaresmi.
Pendidikan berbasis luas terdiri dari tiga aspek orientasi penyiapan yakni, mendasar, kuat dan lebih luas. Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan kemampuan kepada warga belajar untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan kondisi potensi dan peluang yang ada dilingkungannya.[3] Dalam hal ini sumber dan potensi lingkungan dapat dimanfaatkan dan didayagunakan secara optimal oleh warga belajar untuk kebutuhan belajarnya maupun usahanya dalam mencari nafkah.
Tujuan pendididikan dengan orientasi keterampilan hidup (life skill) yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah dan pemuda adalah untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap warga belajar dibidang tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak guna memenuhi kebutuhan hidupnya.  Lingkup dari program ketrampilan hidup (Life skill) adalah memberi kepada seseorang bekal pengetahuan, ketrampilan dan kemapuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang  yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya.[4]
Kemampuan warga belajar yang telah memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan untuk membuka usaha atau berusaha secara mandiri disebut dengan kemampuan berwirausaha atau wiraswasta. Wiraswasta berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata Wira, Swa dan Sta. Wira berarti utama, berani, gagah,  luhur dan teladan. Swa, berarti sendiri. Sta berarti berdiri. Jadi wiraswasta berarti berani berdiri sendiri. Terutama adalah keberanian untuk berusaha memecahkan masalah hidup dengan kekuatan sendiri.[5]
Kewiraswastaan secara luas didefenisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta balas jasa dan kepuasan pribadi. [6] Pendapat lain mengatakan wiraswasta adalah suatu tindakan kemandirian dalam segala hal bidang usaha yang didalamnya terdapat prinsip ekonomi dan di luar campur tangan pemerintah.[7]
Life skills adalah pengetahuan dan sikap yang diperlukan seseorang untuk bisa hidup bermasyarakat. Life skills memiliki makna yang lebih luas dari employability skills dan vocational skills. Keduanya merupakan bagian dari program life skills. Brollin (1989) menjelaskan bahwa “life skills constitute acontinuum of knowledge and aptitudes that are necessary for a person to functioneffectively and to avoid interruption of employment experience”. Dengan demikian life skills dapat dijelaskan sebagai kecakapan untuk hidup. Pengertian hidup di sini, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah,mengelola sumber-sumber daya, bekerja dalam tim atau kelompok, terus belajar di tempat bekerja, mempergunakan teknologi, dan sebagainya (Djatmiko, 2004).[8] Pengertian yang dipandang cukup mewakili adalah Life skills are skills that enable a person to cope with the stresses and challengers of life (Satori, 2003:2).[9] Life skills atau kecakapan hidup dalam pengertian ini mengacu pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat .
Life skills areskills that enable a person to cope with the stresses and challengers of life (Satori, 2003:2).[10] Life skills atau kecakapan hidup dalam pengertian ini mengacu pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Life skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berfikir yang kompleks, kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai warga Negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja. Oleh karenanya, cakupan life skills amat luas seperti: communication skills, decision making skills, resources and time management skills, and planning skills. Pengembangan program life skills pada umumnya bersumber pada kajian bidang-bidang berikut:
(1) The world of work,
 (2) Practical Living Skills,
 (3) personal Growth andManagement, and
 (4) Social Skills.
Life Skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan bekerja sama, menjadi warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kecakapan untuk bekerja, memiliki karakter, dan cara-cara berfikir analitis dan logis.  Pengembangan program life skills pada umumnya bersumber pada kajian bidang: dunia kerja (the world of work), keterampilan hidup praktis (practical living skills), pengelolaan dan pertumbuhan SDM (personal growth and management), dan keterampilan sosial (social skills). Pelaksanaan program life skills ini menuntut pemahaman profesional, sehingga dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Salah satu pendekatan untuk memposisikan peran pendidikan nonformal, khususnya program keaksaraan untuk mandiri adalah melihat peran program tersebut untuk menolong individu, keluarga, masyarakat, dan negara dalam menjawab permasalahan yang perlu dipecahkan.
Pendidikan non formal perlu mengembangkan alternatif layanan program pendidikan yang mampu memberikan keterampilan untuk hidup (lifeskills) bagi peserta didiknya. Mereka yang tidak dapat melanjutkan pendidikan perlu didukung kebijakan yang berbasis pada masyarakat. Orientasi adalah pada kecakapan untuk hidup (Broad- Based Education). Pendidikan dengan orientasi ini tidak mengubah sistem pendidikan, juga tidak mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Pendidikan yang berorientasi pada keterampilan hidup justru memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk meningkatkan potensinya. Pendidikan tersebut bahkan memberikan peluang pada anak untuk memperoleh bekal keterampilan. Dalam hal ini, lifeskills memiliki makna yang lebih luas dari employability skills dan vocational skills. Keduanya merupakan bagian dari program life skills dan tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu (vocational job).[11]
Prof Muchtar Buchori[12], tokoh pendidikan, mengatakan bahwa pendidikan nonformal, menurut pendapatnya, sangat efektif untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan yang melilit bangsa Indonesia, antara lain, besarnya angka pengangguran akibat kurang terampil. Salah satu langkah yang amat penting dalam mewujudkan masyarakat terdidik dan sejahtera dalam bidang pendidikan nonformal, program pendidikan lifeskills. Lifeskills ini pun menjadi primadona bagi PLS, karena menjadi tujuan utama pendidikan nonformal untuk meningkatkan kecakapan hidup masyarakat.
Program ini bertujuan meningkatkan keterampilan dan kecakapan hidup peserta didik, sehingga lulusannya menjadi tenaga terampil atau mampu berusaha mandiri. Kemandirian itu berbasis potensi unggulan daerah baik yang berspektrum pedesaan maupun perkotaan, serta berorientasi pada pasar lokal, nasional, dan global.Dengan demikian, katanya, kualitas, produktivitas dan pendapatan masyarakat kelompok sasaran baik di pedesaan maupun di perkotaan semakin meningkat.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii dan sering dikenal dengan sebutan King Oyster Mushroom. Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Media yang umum dipakai untuk membiakkan jamut tiram adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari penggergajian kayu  dan kulit padi.
Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Dalam budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam (kulit padi). Hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30 °C. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam campuran serbuk gergaji dan campuran lainnya yang telah  steril dan dikemas dalam kantung plastik. Jamur ini sangat populer saat ini. Teksturnya lembut, penampilannya menarik, dan cita rasanya relatif netral sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan. Budidayanya juga relatif mudah dan murah hingga sangat potensial dikomersialkan.


















BAB III
MATERI DAN METODE PELAKSANAAN
A.  Kerangka Pemecahan Masalah
Melihat minat masyarakat yang tidak beruntung dalam mendapatkan layanan pendidikan formal maupun kursus-kursus dengan biaya besar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan belajar dan mengikuti kegiatan yang diselengarakan di  Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat terutama kegiatan yang bersifat life skill maka perlu dilakukan suatu bentuk kegiatan pelatihan budidaya jamur tiram bagi para warga belajar di Desa Sukaresmi. Pemilihan bidang budidaya jamur atas pertimbangan kemungkinannya yang sangat besar untuk menjadi bidang usaha mandiri. Memberikan pengetahuan dan keterampilan hidup pada warga masyarakat peserta keaksaraan berarti turut mendorong suksesnya program pemandirian warga keaksaraan. Usaha rumahan adalah usaha yang dilakukan di rumah dengan modal usaha yang kecil. Usaha mandiri skala kecil ini juga dapat dilakukan selain oleh warga belajar juga dapat melibatkan warga sekitarnya. Dengan demikian usaha ini dapat menyediakan lapangan kerja baru.
Hasil dari pelatihan ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat umumnya dan pemuda warga belajar di Desa Sukaresmi  khususnya.
B.  Realisasi Pemecahan masalah
Melihat minat masyarakat yang tidak beruntung dalam mendapatkan layanan pendidikan formal maupun kursus-kursus dengan biaya besar untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan belajar dan mengikuti kegiatan yang diselengarakan di  Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat terutama kegiatan yang bersifat life skill maka perlu dilakukan suatu bentuk kegiatan pelatihan budidaya jamur tiram bagi para warga belajar di Desa Sukaresmi. Pemilihan bidang budidaya jamur atas pertimbangan kemungkinannya yang sangat besar untuk menjadi bidang usaha mandiri. Memberikan pengetahuan dan keterampilan hidup pada warga masyarakat peserta keaksaraan berarti turut mendorong suksesnya program pemandirian warga keaksaraan. Usaha rumahan adalah usaha yang dilakukan di rumah dengan modal usaha yang kecil. Usaha mandiri skala kecil ini juga dapat dilakukan selain oleh warga belajar juga dapat melibatkan warga sekitarnya. Dengan demikian usaha ini dapat menyediakan lapangan kerja baru.
Hasil dari pelatihan ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat umumnya dan pemuda warga belajar di Desa Sukaresmi  khususnya.
C.  Khalayak Sasaran Antara Yang Strategis.
Sasaran pelatihan keterampilan budidaya jamur tiram adalah warga belajar keaksaraan. Sebab warga belajar inilah yang menjadi binaan jurusan PLS UNJ di Sukaresmi. Para warga belajar ini yang dapat dijadikan sasaran antara untuk kemudian diharap dapat menularkan keahliannya kepada keluarganya. Karena usaha ini dapat dijadikan usaha keluarga.
D.  Metode Kegiatan
Metode kegiatan yang dipilih adalah praktek langsung, dibarengi dengan penjelasan, karena budidaya jamur merupakan keterampilan yang tidak dapat dipelajari dengan membaca saja. Akan lebih efektif dan mudah jika langsung dipraktekkan.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan budidaya jamur tiram dengan memanfaatkan kulit padi ini dilaksanakan pada minggu kedua dan ketiga bulan juli 2011, dengan materi pelatihan budidaya jamur tiram ini antara lain adalah :
a.        Pemilihan bahan dan alat
b.       Penyiapan tempat
c.        Cara penanaman benih
d.       Cara pemanenan
e.        Perhitungan biaya
Pemilihan kegiatan ini didasarkan atas banyaknya sisa hasil panen berupa kulit padi yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanam jamur tiram, selain pangsa pasar yang cukup besar terhadap jamur tiram.
Narasumber kegiatan ini adalah pelatih dari trubus di kebun bibit Mekarsari Kab. Bogor. Peserta dibimbing cara pembudidayaan di kebun bibit ini selama 3 hari dengan melihat langsung cara pembudidayaan di lokasi pembudidayaan jamur di Trubus. Pelatihan ini memberikan kompetensi sbb :
1.      menjelaskan bahan-bahan yang diperlukan dalam praktek budidaya jamur tiram.
2.      Menyiapkan bahan sesuai dengan kebutuhan.
3.      Menjelaskan alat-alat yang diperlukan dalam proses budidaya jamur.
4.      Menjelaskan langkah-langkah proses menanam benih jamur tiram.
5.      Menyiapkan tempat budidaya jamur.
6.      Melakukan proses sterilisasi media tanam jamur tiram.
7.      Melakukan proses penanaman bibit jamur
8.      Mempraktekkan pemanenan jamur dengan benar.
Dengan demikian indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah :
1.      Peserta dapat menguasai 8 kompetensi yang telah ditentukan di atas.
2.      Kegiatan dapat dilaksanakan tepat pada waktunya.
3.      Peserta dapat menjadikan jamur tiram sebagai produk untuk berwirausaha atau menambah gizi keluarga
Pelatihan ini memberikan rasa puas bagi peserta karena dengan berdialog berpraktek langsung dengan dibimbing tenaga ahli membuat peserta menjadi antusias dan percaya akan mampu melaksanakan budidaya jamur dengan baik. Hal ini dikarenakan para instruktur bersedia untuk memberikan masukan jika dalam pelaksanaan budidaya mengalami hambatan. Setelah selesai pelatihan masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mulai melaksanakan budidaya jamur dengan menyiapkan lahan pembudidayaan dengan membangun tubung. Untuk tahap awal mereka membeli bibit jamur dari Trubus, sedang media tanamnya mereka olah dengan memanfaat serbuk gergaji dan kulit padi yang tersedia melimpah di Desa Sukaresmi.









BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan kegiatan lifeskill budi daya jamur adalah:
1. Jika ada usaha yang sungguh-sungguh dari masyarakat untuk mau memanfaatkan potensi alam yang ada dengan modal yang kecil ternyata dapat dirintis usatu usaha berprosfek keuntungan yang menjanjikan
2. Masyarakat perlu mendapat bimbingan dan perhatian yang serius dari pihak terkait diantaranya para penyuluh pertanian lapangan.
3. Masyarakat perlu dibimbing oleh tenaga pendidikan non formal dalam hal ini pamong belajar dan penilik PLS di kecamatan.
4. Masyarakat perlu disadarkan akan pentingnya memanfaatkan sumber daya alam yang  tersedia sebagai modal usaha potensial.
B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan maka disarankan kepada beberapa pihak diantaranya adalah:
1.    Camat Sukamakmur agar mendorong aparat penyuluh lapangan pertanian agar lebih giat lagi menggerakan masyarakat dalam mengembangkan usaha-usaha pertanian berbasis potensi lokal.
2.    Pamong belajar dari SKB Kab. Bogor, para Tutor dan Penilik PLS agar selalu mengembangkan program pembelajaran bagi masyarakat Desa Sukaresmi, khususnya program-program yang berbasis lifeskill.
3.    Tutor dan Penilik terus menerus mengembangkan program pembelajaran Keaksaraan Usaha Mandiri yang fungsional agar dapat menjadikan masyarakat Desa Sukaresmi meningkat pengetahuan dan perekonomiannya.





DAFTAR PUSTAKA

Asia pasific For Cultural Centre (ACCU) for UNESCO bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Masyarakat (2004), Bertanam Jamur Tiram, Jakarta: Departemen pendidikan Nasional. 
Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLSP, (2002), Pengelola Program PLS Berbasis PKBM, Jawa barat : Balai Pengembangan Kegiatan Belajar.
Edi Suharyanto, (2010), Bertanam Jamur Tiram di Lahan Sempit, Jakarta : Agro Media.
Hasibuan. S.P. Malayu,(2001), Management Sumber Daya Manusia,  Jakarta : Bumi Aksara
Isnaen Wiardani, (2009), Budi Daya Jamur konsumsi, Yogyakarta: Andi.

Djatmiko, Yayat, H. (2004). Kumpulan Perkuliahan Ekonomi Pendidikan S3. Bandung: UPI Prodi: Administrasi Pendidikan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1990), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta : Balai Pustaka.
Laksono, (1988),  Sukses Berwiraswasta, Jakarta : CV. Bintang Pelajar.
Masykur wiratmo, (1996), Pengantar Kewiraswastaan ,Yogyakarta : BPFE.
Satori, Djam’an dan Udin, S. Saud. (2003). Implementasi Program “Life Skills” dan “Broad – Based Education” Sebagai Strategi eningkatan MutuPendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: Jurnal Adpen UPI.
Sri Sumarsih, (2010), Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram, Depok: Penerbit Swadaya.
Warisno, (2010), Menabur Jamur Menuai Rupiah, Jakarta: Gramedia.
http://www.pls.depdiknas.go.id/?pancadewa=artikel&par1=20070816074013&id=20070816074013  t

DSC03368
 


[1] Hasibuan. S.P. Malayu, Management Sumber Daya Manusia, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 70.
[2]  Ibid. Hal 70.
[3] Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLSP, Pengelola Program PLS Berbasis PKBM, (Jawa barat : Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, 2002), hlm. 15.
[4]  Ibid. Hal. 5
[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka) hlm.
[6] Masykur wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan (Yogyakarta : BPFE, 1996), hlm. 2
[7] Laksono, Sukses Berwiraswasta, (Jakarta : CV. Bintang Pelajar, 1988), hlm. 10.
[8] Djatmiko, Yayat, H., Kumpulan Perkuliahan Ekonomi Pendidikan S3. (Bandung: UPI Prodi: Administrasi Pendidikan 2004). hlm 3

[9] Satori, Djam’an dan Udin, S. Saud, Implementasi Program “Life Skills” dan “Broad – Based Education” Sebagai Strategi eningkatan MutuPendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: Jurnal Adpen UPI 2003) hlm. 2

[10] Ibid hal. 2
[12] http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=4038

Tidak ada komentar:

Posting Komentar